Saturday, March 22, 2014

Izumi #2

3/22/2014 09:02:00 AM



“Ah, iya maaf.” Hiruta tersentak dari lamunannya. Tepatnya, Hiruta terdiam karena memilih kata yang tepat untuk dikeluarkan.
                “Kenapa?” Izumi semakin penasaran.
                Membahas Agama di jepang adalah sesuatu yang janggal, bahkan tabu. Hiruta yang memang terlahir dan tumbuh dalam keluarga Muslim membuatnya harus memilih jalan berbeda dengan teman-teman sebayanya. “Ya Allah, aku tak bisa berpura-pura lagi. Harus kuberitahu pada Izumi-san.” Batin Hiruta.

                “Barangkali, apapun yang ku katakan padamu, juga pada kalian semua…” Hiruta melihat sekeliling. “hanya akan membuat kekacauan dan keanehan. Biarlah, aku memilih jalan hidupku sendiri, berbeda dengan kalian. Aku adalah seorang Muslim, Izumi.”

Hening sejenak.

“Apa alasanku menolak ajakanmu, atau kenapa aku terus menghindar saat makan siang ? Ya, aku harus bertemu Tuhan. Wajahku yang selalu basah dan lembab setiap aku kembali dari sana adalah bekas wudhu, kadang, air mata yang aku hilangkan dengan mencuci muka… ah iya, kau penasaran dengan ini ?” Hiruta mengangkat sesuatu yang ia baca setiap siang, sesaat setelah kembali dari ruangan khusus yang hanya Hiruta yang mengetahuinya. “Ini adalah Alqur’an, Izumi-san.” Hiruta tersenyum. Senyum yang sangat berbeda dari sebelumnya, lebih tenang dan lebih tampan.
“Muslim? Alquran? Tuhan?!” Muka Izumi terlihat lain, seperti ada yang ingin ia bantah namun disaat yang sama ia menunjukkan mimik wajah yang seakan berbicara pada Hiruta, “ayo jelaskan lebih jauh lagi.”
“Hum! Ah, iya.. Pak Ichigawa sudah datang.” Hiruta menyambar Alquran yang ia letakkan diatas meja lalu ia sisipkan dalam ruang khusus dalam ransel birunya.
“Kita bicarakan nanti, arigatou, Hiruta-san!” Izumi kembali di tempat duduknya semula, yang sudah ia duduki sejak 6 bulan terakhir.
Kegiatan beajar mengajar berlangsung seperti biasa. Siswa yang aktif mendapat nilai lebih dari Pak Ichigawa. Sudah bisa ditebak siapa siswa yang aktif itu, Hiruta, siswa pindahan dari Perguruan Toho.

*****
KRIIIINGGG~
Bel tanda pulang mengaum. Siswa yang merapikan tas, memasukkan Laptop, memungut pulpen yang jatuh berlangsung dengan riuh ricuh. Saat ini, jepang memiliki fakta cuaca yang tak terbantahkan bila Natsu (musim panas) menyapa, baju seragam yang dibanjiri keringat karena hawa di udara kadang menyebabkan punggung kain baju menyatu dengan punggung karena lengket. Terdengar normal. Namun, yang menjadikannya luar biasa adalah panen strawberry. Strawberry tumbuh dan ditanam secara sengaja di belakang sekolah dengan Rumah Kaca, daripada memiliih pulang anak-anak dalam SMA 3 Geishu biasa mampir disana untuk kemudian memanen strawberry yang merah darah itu kemudian langsung dijadikan Jus. Disana, ada Ibu Yumi Hiruko sebagai penjaganya. Dia sudah mengurus rumah kaca ini sudah hampir 19 tahun. Maka tiap anak yang datang sudah pasti dikenalnya, kecuali yang memang langsung memilih pulang dan merasa memiliki strawberry sendiri di rumah.

 Wanita-wanita dalam kelas 2-E sedang merencanakan sesuatu, katanya, setelah ini mereka akan menghadang Hiruta di depan gerbang dan meminta Hiruta untuk mengekspresikan sisi lain dirinya; Foto. Mereka hendak mengajak Hiruta untuk berfoto bersama. Dan kabar itu sampai pada telinga Izumi.

“Kalian serius mau mengambil gambar dengan anak itu?” bantah Izumi.
“Kenapa memangnya? Kalau tak mau ikut ya sudah. Izumi-san memang tidak pernah akur dengan Hiruta.” Yahiko menengahkan.
“Hiruta anak yang baik lho…” Nidaa menambah sambil merapikan rambutnya depan cermin. Anak yang sangat tergila-gila dengan Fashion. Hampir semua wanita dalam sekolah sudah tenggelam dalam dunia kelabu fashion.
“Bukan, maksudku…” Izumi terdiam seketika. Memikirkan tentang Hiruta yang sudah menjelaskan alasan kenapa dia menghindar dan mengingat kembali apa yang sudah Hiruta katakan… “hanya akan membuat kekacauan dan keanehan. Biarlah, aku memilih jalan hidupku sendiri, berbeda dengan kalian. Aku adalah seorang Muslim, Izumi.”
“Ada apa? Apa Izumi-san cemburu? Iyaa?!” Ejek Fuyutsuki. Semua serentak saling memandang dan tertawa cekikikan.
“Hahaha, jangan konyol! Tahu sendiri ‘kan hubunganku dengan Hiruta seperti apa..” sambar Izumi.
“Heii. Hiruta sudah sampai didepan, ayo kejar nanti gak akan sempat!” teriak Yahiko dari samping ruangan dan melihat Hiruta dari jendela. “Siapkan kameranya, Nidaa!”
Semua yang ada dalam kelas berlarian keluar meninggalkan Izumi sendirian sebelum Hiruta sampai di tempat parkir kemudian meninggalkan mereka dan sekolah.
“Hiruta..!” Nidaa, Yahiko, Urumi dan Fuyutsuki memanggil serentak dan menampakkan rasa kekaguman sekaligus gemas melihat Hiruta yang berjalan perlahan. Hiruta tak menjawab, hanya tersenyum dan membalikkan badan. Semua berlarian dan mendatangi Hiruta seperti berjumpa dengan artis Idola.
“Emm… Hiruta-san, kami ingin mengambil beberapa foto denganmu. Untuk dijadikan kenang-kenangan. Hihihi.” Yahiko memulai pembicaraan. “Nggak keberatan ‘kan?”
“Ah, iya…” sahut Hiruta. “Tapi, bisa memilih tempat yang lebih teduh? Hehehe,”
Saat mereka berlima berjalan menuju samping gedung yang kebetulan menghadang sinar matahari yang sangat menyengat, Izumi lewat tanpa memandang. Hiruta melirik sekilas hampir-hampir saja menegur dan berkata, “Izumi nggak gabung?” tapi raut wajah Izumi sepertinya tidak siap untuk disapa, apalagi di ajak bicara.
“Sebelah sini saja Hiruta,” kata Nidaa yang memegang kamera sekaligus mengarahkan posisi pengambilan gambar yang bagus dengan berlatarkan dinding abu-abu keperakan sekolah.
“Ng, anu… nanti jangan memegang dan menyentuh ya.” Hiruta menyarankan dan menampakkan senyumnya. Hiruta tahu, ini pasti tidak mengenakkan dan membuat suasana menjadi kacau, tapi apa boleh buat? Hiruta punya tanggung jawab untuk menjalankan perintah agamanya.
“Haaah, masa’ nggak boleh sih Hiruta-san..?! Wah, gak seru nih jadinya. Gambarnya jadi jelek lhoo.”  Keluh Urumi, “Iya, nggak asik.” Tambah Fuyutsuki.
“Hehehe, maaf minna-san, maaf banget ya.. Semoga nggak keberatan.” berat hati Hiruta mengungkapkan.
“Ya sudahlah, daripada nggak sama sekali.” Imbuh Nidaa, “Oke, say cheeeeseee.”
“CHEEESEEE!!” Serentak.
“Hahaha, keren.. lagi-lagi!” Fuyutsuki berkata. “gayanya bebas ya?!” Nidaa melanjutkan.

Dengan wajah yang dibentuk dan bibir yang dimonyongkan, mereka berempat bergaya depan sang kilat. Hiruta masih saja dengan ekspresi yang sama. Mendekap dada, menyilangkan dan mnggantung tangannya disana, serta sedikit gigi atas yang dipamerkan dalam pancaran senyum.

Sesekali, Hiruta memandang Izumi dari jauh, yang saat itu belum meninggalkan sekolah dan masih bersandar di gerbang depan menunggu jemputan ayahnya. Ada perasaan yang tak biasa, saat itu Hiruta merasa ada sesuatu yang lain. Yang berbeda. Hiruta teringat dengan penjelasan singkatnya pada Izumi tentang statusnya yang menyandang gelar Muslim.
Disana, Izumi terdiam. Berdiri terpaku menanti, enggan untuk membalikkan  badan karena hanya akan melihat pemandangan yang tak terlupakan. Pipinya basah, dua aliran air meleleh dari atas sudut matanya dalam waktu yang bersamaan. Izumi menangis. Kenapa izumi-san?!

Ya, Fuyutsuki benar. Izumi cemburu.

Semoga manfaat.
Find me, @Iman_rk

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 Be a Ghazi. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top