Thursday, October 23, 2014

Dan Gunung-gunung pun bergema.

10/23/2014 07:30:00 PM

Ini saya coba sampaikan sesuatu. Sebenarnya sudah lama saya ingin mengatakan ini tapi selalu saya tahan karena saya pikir belum ada kesempatan yang bagus. Juga saya rasa belum ada kesiapan yang matang, terutama untuk hati saya.

Ini aneh, Alila. Saya mencoba berusaha agar semuanya baik-baik saja dan terlihat tidak begitu merepotkan kamu terutama saat mungkin surat ini sudah sampai ditangan kamu. Kamu gak keberatan kan? Saya harap begitu. Mudah-mudahan kamu mau membacanya sampai selesai. Tolong, ya.

Saya masih ingat tentang sungai yang terbelah dengan sendirinya, bulan yang bercahaya seperti kunang-kunang, dan gunung-gunung yang bergema. Mudah-mudahan kamu gak lupa. Saya masih ingat tentang hari saat langit menangis dan kita terjebak disekolah, berdua. Tentang saat awan mewujud seperti gajah bagimu tapi seperti kuda nil bagiku. Mudah-mudahan kamu gak lupa. Juga tentang tali sepatu yang kamu tertawakan karena saya lupa mengikatnya, tentang dasi biru muda yang kamu perbaiki, tentang topi yang kamu pinjami. Mudah-mudahan kamu gak lupa, Alila.

Kenapa semua ini begitu cepat berlalu? Saya juga belum menemukan jawabannya. Mudah-mudahan kamu bisa menjawabnya disana.  Dari semua hamparan lembah kisah yang kita lewati, dari bukit-bukit pohon pinus kita berdiri, dari semak-semak mawar yang berduri kita jalani. Saya masih ingin berjalan beriringan sama kamu, Alila. Sekalipun sakit sekalipun pahit.

Ada candu yang saya rasakan dan, apa kamu juga merasakannya? Tetapi candu ini lain. Oh iya, candu itu kan saat seseorang mulai tak bisa memisahkan diri dengan hal yang ia sukai, sampai-sampai berpengaruh besar dalam hidupnya. Sama, saya merasakan candu yang luar biasa saat saya kehilangan kamu. Tapi, saat saya merasakan candu ini entah kenapa dada saya terasa sakit.

Kamu masih disana, Alila?

Dirumah, topi yang kamu kasih ke saya masih saya simpan. Warnanya masih biru muda dan nama SMA kita belum luntur. Juga nama kita yang kita gurat bersama saat langit menangis waktu itu juga belum pudar dibagian bawah kerucutnya. Bagaimana dengan dasi yang saya berikan? Apa masih kamu pakai? Oh iya, saya lupa. Sudah kamu buang ya. Haha.

Saya gak ngerti kenapa sampai sekarang saya gak bisa memaafkan diri saya. Kesalahan ini lebih berat bagi saya dibanding dosa apapun. Saya menyesal, Alila. Sangat menyesal. Sekalipun mungkin ada secercah harapan dan kamu memaafkannya tapi hati tak bisa berbohong. Bahwa meminta maaf dan memberi maaf takkan bisa mengobatinya. Lagipula, apa dengan dua kata ini semua tentang kita akan terulang lagi?

Setelah semua yang kita lalui?

Dimanapun kamu, Alila, mungkin dengan surat ini mewakili. Maafkan saya yang gak kirim lewat e-mail, BBM, SMS, Line, Whats app, atau apapun. Saya rasa dalam bentuk kertas ini pun akan segera kamu buang. Mungkin.

Apa ini mengganggumu, Alila? Maaf ya, saya sita waktumu.

Mudah-mudahan kamu bisa jalanin hidup dengan lebih baik lagi. Kamu bisa tersenyum dan tertawa meskipun itu bukan karena saya. Mudah-mudahan setelah ini tidak ada air mata yang jatuh sia-sia, saya tahu itu karena kamu cengeng. Hehe.

Sekarang saya gak bisa berkata apa-apa lagi. Mungkin dengan sungai yang terbelah, bulan yang seperti kunang-kunang, juga gunung-gunung yang bergema. Maafkan saya.

Dan saya harap kamu ngerti bahwa saya kehilangan kamu.

@Iman_rk on twitter | _imanion_ :)

               


Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 Be a Ghazi. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top