Ini saya coba
sampaikan sesuatu. Sebenarnya sudah lama saya ingin mengatakan ini tapi selalu
saya tahan karena saya pikir belum ada kesempatan yang bagus. Juga saya rasa
belum ada kesiapan yang matang, terutama untuk hati saya.
Ini aneh, Alila.
Saya mencoba berusaha agar semuanya baik-baik saja dan terlihat tidak begitu
merepotkan kamu terutama saat mungkin surat ini sudah sampai ditangan kamu.
Kamu gak keberatan kan? Saya harap begitu. Mudah-mudahan kamu mau membacanya
sampai selesai. Tolong, ya.
Saya masih ingat
tentang sungai yang terbelah dengan sendirinya, bulan yang bercahaya seperti
kunang-kunang, dan gunung-gunung yang bergema. Mudah-mudahan kamu gak lupa.
Saya masih ingat tentang hari saat langit menangis dan kita terjebak disekolah,
berdua. Tentang saat awan mewujud seperti gajah bagimu tapi seperti kuda nil
bagiku. Mudah-mudahan kamu gak lupa. Juga tentang tali sepatu yang kamu
tertawakan karena saya lupa mengikatnya, tentang dasi biru muda yang kamu
perbaiki, tentang topi yang kamu pinjami. Mudah-mudahan kamu gak lupa, Alila.
Kenapa semua ini
begitu cepat berlalu? Saya juga belum menemukan jawabannya. Mudah-mudahan kamu
bisa menjawabnya disana. Dari semua
hamparan lembah kisah yang kita lewati, dari bukit-bukit pohon pinus kita
berdiri, dari semak-semak mawar yang berduri kita jalani. Saya masih ingin
berjalan beriringan sama kamu, Alila. Sekalipun sakit sekalipun pahit.
Ada candu yang
saya rasakan dan, apa kamu juga merasakannya? Tetapi candu ini lain. Oh iya,
candu itu kan saat seseorang mulai tak bisa memisahkan diri dengan hal yang ia
sukai, sampai-sampai berpengaruh besar dalam hidupnya. Sama, saya merasakan
candu yang luar biasa saat saya kehilangan kamu. Tapi, saat saya merasakan
candu ini entah kenapa dada saya terasa sakit.
Kamu masih
disana, Alila?
Dirumah, topi
yang kamu kasih ke saya masih saya simpan. Warnanya masih biru muda dan nama
SMA kita belum luntur. Juga nama kita yang kita gurat bersama saat langit
menangis waktu itu juga belum pudar dibagian bawah kerucutnya. Bagaimana dengan
dasi yang saya berikan? Apa masih kamu pakai? Oh iya, saya lupa. Sudah kamu
buang ya. Haha.
Saya gak ngerti
kenapa sampai sekarang saya gak bisa memaafkan diri saya. Kesalahan ini lebih
berat bagi saya dibanding dosa apapun. Saya menyesal, Alila. Sangat menyesal.
Sekalipun mungkin ada secercah harapan dan kamu memaafkannya tapi hati tak bisa
berbohong. Bahwa meminta maaf dan memberi maaf takkan bisa mengobatinya.
Lagipula, apa dengan dua kata ini semua tentang kita akan terulang lagi?
Setelah semua
yang kita lalui?
Dimanapun kamu,
Alila, mungkin dengan surat ini mewakili. Maafkan saya yang gak kirim lewat
e-mail, BBM, SMS, Line, Whats app, atau apapun. Saya rasa dalam bentuk kertas
ini pun akan segera kamu buang. Mungkin.
Apa ini
mengganggumu, Alila? Maaf ya, saya sita waktumu.
Mudah-mudahan
kamu bisa jalanin hidup dengan lebih baik lagi. Kamu bisa tersenyum dan tertawa
meskipun itu bukan karena saya. Mudah-mudahan setelah ini tidak ada air mata
yang jatuh sia-sia, saya tahu itu karena kamu cengeng. Hehe.
Sekarang saya
gak bisa berkata apa-apa lagi. Mungkin dengan sungai yang terbelah, bulan yang
seperti kunang-kunang, juga gunung-gunung yang bergema. Maafkan saya.
Dan saya harap
kamu ngerti bahwa saya kehilangan kamu.
@Iman_rk on twitter | _imanion_ :)
0 comments:
Post a Comment