Berjalan sejauh mungkin dari dunia. Berpisah dengan alam meski sebelumnya pernah menyatu. Aku menari-nari didalam gelembung takdir, terperangkap dan hanya bisa bergerak sesuai angin membawaku. Lihatlah sejenak bagaimana hakikatnya kita bergerak. Lihatlah sejenak bagaimana hidup membawa kita menuju kehidupan.
Kesunyian. Ya, hanya kesunyian yang berarti. Aku, kau dan kita semua kini terperangkap dalam gelembung takdir yang menunggu untuk dipecahkan hingga akhirnya kita bisa bebas dan menuju kehidupan yang sesungguhnya.
Dalam gelembung inilah hidup. Dan setelah gelembung ini pecah, maka kawan baru juga kawan lama yang lebih dulu hidup dibanding kita kelak akan berkumpul dan dimintai kesaksian atas semua perilaku kita saat berada dalam gelembung. Saat dalam gelembung kita mungkin bisa saja berteriak, mengutuk, berbicara banyak hal yang mungkin saja itu dusta. Tapi saat dimana kita berkumpul disuatu ruang dimana kehidupan akan dimulai sesungguhnya, mulut takkan bisa berbicara lagi. Hanya kaki dan tanganlah yang bersaksi.
Gelembung itu lemah, tipis, rapuh. Tapi kita seolah bangga dan merasa bahwa hidup didalamnya adalah abadi. Betapa konyolnya kita. Betapa bodohnya kita. Betapa tak tahu dirinya kita. Kehidupan sesungguhnya itu nanti.
Saat ini biarlah kita sejenak menunggu giliran kapan gelembung takdir kita akan pecah. Entah itu pecah dengan sendirinya atau dipecahkan oleh orang lain. Namun satu hal yang pasti, bahwa kita hidup dalam gelembung takdir yang kapan saja – mau tidak mau, akan pecah dan membawa kita dalam Kehidupan dan bertemu dengan Peniupnya.
@Iman_rk on twitter | _imanion_ on ig. Thanks :)
0 comments:
Post a Comment