Sunday, December 1, 2013

Ironi 19 Tahun

12/01/2013 10:43:00 AM



     Setiap yang terlewati, bagiku adalah hembusan napas perjuangan yang tak bisa ku abaikan. Karena setelah Ramadhan yang ke 12 aku telah baligh dan wajib bagiku untuk turut berjuang dan menumpahkan darah di jalan ini walau aku bukan pahlawan. Ku sadari ada dalam tiap lisan dan hati yang belum aku setarakan, dimana ada pula saat keduanya jauh daripada iman. Sungguh ku sesali.

     Namun atas dasar itukah harus ku tinggalkan ummat yang sekarang hidup dalam gelap ? Aku bukanlah malaikat yang tiada nafsu dan pikiran, yang dimana harus ku hentikan dakwah hanya karena secuil dosa. Aku berharap meski lisan dan hati yang telah jauh dari keimanan, setidaknya aku masih memiliki mata yang masih bisa menangis mengemis ampunan-Nya.

     Ah, ku lupa satu hal ternyata… 18 tahun telah ku lewati, dan aku menatapi diri seolah perjuangan ku selama ini tiada berarti. Tapi bukankah pepatah arab mengatakan “bahwa malam paling gelap adalah malam yang mendekati fajar?” lagipula bukan tugasku untuk menghisab semua ini. Ku masih punya Allah.

     Terkadang aku tertawa melihat tingkah polah Ummat Islam, yang sekulerisme berhasil menyeret mereka jauh hingga tak dapat dijangkau mata. Entah kenapa setiap kali mengajak mereka dan mengingatkan mereka akan semua itu sama saja memberikan mereka rasa sakit, mereka lebih suka tenggelam dalam gelapnya sekulerisme dan bermandikan kedzaliman. Bagaikan laron yang mendekati api, aku mencegah mereka agar tak mendekati namun mereka justru menyengatku dengan kuku hingga sakitnya sampai ke ulu hati.

     Aku mencintai langit bukan berarti aku tak menginjak bumi, seolah tak terperi rasa sedihku ketika ku melihat mereka begitu tenang dalam hidupnya menjalani nikmatnya sistem warisan syaithan. Sekulerisme, yang mengajak Umat Islam agar tak usah membawa Allah dalm kehidupan, cukuplah Allah dalam masjid saja. Geram ku mendengarnya dan di saat yang sama – aku menangis. Seolah-seolah Allah hanya menilai ibadah mereka hanya dalam shalat dan saat ramadhan, yang dimana janjikan pahala dan limpahan berkah.

     Ku tak pantas mengeluh, sungguh ku tak pantas. Bilakah pantas aku mengeluh sementara Rasulku sendiri merasakan kegoncagan, siksa dan airmata tatkala dulu ia berjuang ? Biarlah besi yang berkarat ketika mereka di makan waktu, namun emas tetaplah emas, yang makin mengkilap dan cemerlang ketika ia semakin di tempa. Dan itulah harusnya seorang pengemban dakwah – sepertiku.


Iman Rusmawansyah.

Penya’ir dadakan.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 Be a Ghazi. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top