“Belum
tidur Izumi? Ku kira kau telah menyusul Fuyutsuki.” Kata Yahiko seraya menutup
pintu dengan perlahan.
“Aku
menunggumu. Lagipula, kenapa lama sekali?” Izumi membalikkan badan dari kursi
dan cermin.
“Oh,
sekalian aku cuci mangkuknya juga piring-piringnya. Dan aku mencari plastik
untuk membungkus beberapa sampah lalu memisahkannya dengan plastik yang
berbeda.” Yahiko berjalan perlahan lalu melompat tidur disamping Fuyutsuki,
merebahkan badannya disana. “Huh, membuang sampah di Jepang susah sekali ya.”
Keluhnya sambil memejamkan mata.
Memang. Membuang sampah di Jepang tidaklah mudah dengan hanya mengumpulkannya menjadi satu dalam satu plastik lalu meletakkannya dalam keranjang sampah sambil menunggu tukang sampah datang menjemput esok harinya. Akan tetapi, sampah disini ditangani berbeda. Secara prinsip, sampah dibagi menjadi empat jenis, yaitu sampah bakar, sampah tidak bakar, sampah daur-ulang dan sampah ukuran besar. Lalu masalah selanjutnya adalah, ketika truk sampah harus memeriksa plastik sampah itu. Apakah bercampur antara sampah plastik seperti botol minum dan tulang ikan atau makanan, maka sampah tidak akan diangkut.
“Yah
justru bagus.” Sela Izumi lalu melompat berdiri, menengok ke arah kasur apakah
masih muat bila dipakai untuk tidur bertiga? “Karena dengan begitu akan
terseleksi mana warga yang disiplin dan mana yang tidak. Kau tahu Yahiko-san,
Kak Izuna bercerita bahwa ketika ia pergi ke singapura dan baru tinggal
diapartemen selama beberapa hari, kak Izuna mengalami culture shock. Bukan karena kehidupan apartemennya, namun kehidupan
masyarakatnya yang luar biasa menjaga kebersihan.” Izumi sedikit menyinggung
kak Izuna yang memang sering terbiasa membuang sampah plastic bungkusan permen.
“Hampir saja kakakku diurus di kepolisian karena telah melanggar aturan
disana!” Lanjutnya.
“Wah,
begitukah?” Sahut Yahiko memiringkan kepala untuk menengok Izumi.
Izumi
tak menjawab. “Sepertinya aku tidur dikamar kak Izuna saja, ya. Kasurku memang
terlalu besar untukku sendiri tapi terlalu sempit untuk kita bertiga.” Izumi
berbalik lalu menuju pintu.
“Sepertinya
begitu. Maaf Izumi-san, kami merepotkan.” Yahiko menyungging senyum tipis.
“Tidak
apa. Selamat malam.” Izumi menarik pintu dari luar.
“Gomen – maaf – Izumi-san… ” Panggil
Yahiko pelan.
“Ya?”
“Tolong
matikan lampunya? Hehehe.”
“Oh
tentu, sahabatku.” Izumi tersenyum lalu kembali kedalam meraih saklar lampu dan
mematikannya untuk mereka.
“Arigatou, Izumi-san.” Yahiko tersenyum.
Membiarkan sahabatnya itu menutup pintu.
Jendela
masih terbuka lebar, namun angin sudah tidak berdesir dan menerjang sekeras
ketika mereka berbincang dan bercerita . Yahiko membiarkan jendela tetap
terbuka.
Semoga suka. :)@Iman_rk
Semoga suka. :)
0 comments:
Post a Comment