Sudah
empat jam lebih. Ia masih duduk disana dengan punggung yang tak berubah, masih
tetap tegak sebagaimana biasanya. Ia menyapu huruf demi huruf dan tulisan demi
tulisan, tak ia hiraukan berapa lama lagi waktu akan berlalu, meskipun sudah
ketiga kalinya kepalanya jatuh karena harus berperang dengan rasa kantuk. Tapi
ia harus menahannya. Beberapa lembar lagi… beberapa lembar lagi…
Kisah
sejarah dan penaklukan serta cerita Heroic adalah buku yang paling membuat
Hiruta jatuh cinta. Dalam kamarnya, ia mengoleksi buku yang memuat kisah perang
dan penaklukan hingga puluhan. Mungkin
sekitar 42 buku. Pahlawan serta ksatria Islam seperti Abu Ubaidah bin
Al-Jarrah, Khalid Bin Walid, Umar bin Khattab, Shalahuddin Al-Ayyubi, Muhammad
Al-Fatih dan sebagainya. Juga legenda sejarah penakluk Jepang, para
samurai dan beberapa tokohnya yang
legendaris seperti Nobunaga Oda, Tokugawa Ieyasu, Miyamoto Mushasi dan juga
Taira no Masakado sampai Toyotomi Hideyoshi.
Letak
meja diatasnya disambung dengan rak-rak buku memudahkan Hiruta meraih
buku-bukunya. Meja yang berukuran dengan panjang sekitar 50 cm dan lebar
sekitar 1 meter. Ukuran yang sesuai untuk meletakkan buku dan berhadap-hadapan
dengan wajah haus Hiruta yang siap meminum apapun tulisan yang ada didepannya.
Posisi meja yang sebelah kanannya berdempetan dengan tembok, memudahkan Hiruta
untuk meletakkan gambar dan fotonya ketika ia masih kecil. Didalam foto itu ada
anak laki-laki yang berambut acak-acakan dengan senyum yang menunjukkan seri
yang pada saat itu telah tanggal sekitar 2 biji dari gusi, tidak lain adalah
Hiruta sendiri. Lalu disamping kiri Hiruta ada seorang wanita cantik dengan
balutan kain berwarna hijau lumut yang menutup kepala, tentu saja Kak Inari
serta satu laki-laki remaja yang saat ini masih berada diluar negeri.
Sesekali,
ketika Hiruta meletakkan bukunya untuk dibaca lagi esok harinya, Hiruta tetap
menyempatkan diri untuk menatap dan tersenyum melihat gambar dalam foto itu.
Dengan mata yang berbinar-binar, ia menekan gambar dalam foto itu dengan jempol
dan mengusapnya perlahan ke atas dan kebawah. Membuat ia semakin belajar dengan
keras dan lebih giat lagi, tatkala ia menatap wajah anak lelaki remaja yang ada
dalam foto itu. Laki-laki yang Hiruta rasa sebagai dinding yang harus ia
lewati. Laki-laki itu sekarang sudah dewasa, melanjutkan studinya ke luar
Negeri, membuat bangga Ayah dan Ibu serta semua keluarga. Hiruta ingin sekali
beretemu dengannya lagi, memintanya bercerita tentang Muhammad Al-Fatih sang
penakluk Konstatinopel. Bagi Hiruta, gaya khas ketika laki-laki itu bercerita
membuat Hiruta merasa ada dalam cerita itu. Meskipun sudah berkali-kali
diceritakan namun Hiruta memintanya lagi dan lagi. Lalu, laki-laki itu akan
menceritakannaya pula dengan senang hati dan dengan sukacita.
Namun
laki-laki itu sudah berpisah dengannya selama empat tahun. Ia pergi dengan
senyuman yang meyakinkan bahwa ia akan pulang dengan nilai yang bagus dan akan
bekerja di Jepang sebagai dokter ahli bedah. Hiruta saat itu hanya bisa
mengantarnya sampai bandara saja.
“Apapun yang terjadi, Islam ada
dalam genggamanmu brother. Jangan pernah takut bersaing karena kita adalah umat
terbaik. Bismillah.” Sambil mengacak rambut Hiruta, itulah
pesan terakhir yang disampaikan oleh laki-laki itu pada Hiruta saat berpisah.
Kalimat yang tak terlupakan, sebab itu bukan hanya pesan motivasi laki-laki
itu. Namun, itu adalah pesan abadi yang dikutip dari dalam Alquran.
“Kamu adalah Umat terbaik yang diutus
ketengah-tengah manusia
Menyuruh pada yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar
Dan beriman pada Allah”[Ali-Imran: 110]
Semoga suka :) @Iman_rk
0 comments:
Post a Comment