Tuesday, May 6, 2014

Izumi #8

5/06/2014 12:23:00 PM



Plek!

Hiruta menutup bukunya. Membuat suara aneh keluar dari dalam buku yang bersampul keras itu. Kurasa sudah cukup, mataku tak sanggup lagi. Batinnya.

Ia mengangkat bukunya dan meletakkannya di sudut kiri meja dan menggeser buku-buku kecil lain kemudian menyimpan buku itu dalam susunan yang paling bawah, mengingat buku itu memang besar dan lebar. Hiruta melompat bangkit, kemudian mendorong maju kursinya. Merapikan sedikit buku-buku yang terlihat bergeser dari tempat semula.

Hiruta menuruni tangga, ia memiringkan kepala ke arah samping tangga untuk memperhatikan jam dinding yang sama tinggi dengan posisi ia berdiri pada saat itu. Parah, sudah pukul 02.42 menit. Sebentar lagi akan jam 03.00. Kalau tak bisa bangun subuh, barangkali Kak Inari menyiramku seperti biasa. Keluhnya sambil berdecak pelan. Bunyi bedebam kecil saat langkah kakinya menuruni tangga membuat Ayahnya tersadar dan terbangun dari tempat tidur. Insting pelindung laki-laki memang peka.

“Mau apa tengah malam begini Hiruta-kun?” Tanya Tuan Kazuhiko yang baru saja keluar kamar akibat getaran langkah kaki Hiruta.
Moushi wake arimasen, otou-san – Maaf, Ayah.” Kata Hiruta yang barusaja terhentak karena terkejut Ayahnya menegur dari bawah. “Aku ingin turun untuk berwudhu.” Lanjut Hiruta singkat dan menuju area khusus dalam rumah untuk pengambilan air wudhu yang memang terhubung dengan ruang shalat.
“Pukul segini? Kamu berwudhu karena hendak tidur atau untuk tahajjud?” Tanya Ayahnya keheranan.
Hiruta terdiam.
“Hiruta-kun, jawab Aku.” Panggil Ayahnya untuk memastikan.
“He… Hendak tidur, Ayah.” Hiruta tertunduk, tidak berani menatap wajah Ayahnya. Ia menjawab dengan suara pelan dan terbata-bata.
“Ck!” Ayahnya berdecak keras. Lalu menutup pintu dan kembali tidur.

Untuk kesekian kalinya, Hiruta mendapat teguran dari Ayahnya karena begadang terlalu lama. Bagi Ayahnya, tak peduli apakah Hiruta membaca buku atau sedang melakukan ativitas yang lain. Sebab, sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga ini bila sudah lewat dari pukul 22.00, maka kewajiban selanjutnya adalah tidur. Sebab, bila melebihi waktu yang ditentukan maka saat shubuh akan sulit untuk dibangunkan. Ayah Hiruta betul-betul memahami.

Hiruta merasa lain malam itu. Justru penyesalan akan kebiasaan begadang hingga larut malam tidak seberapa bila dibandingkan dengan penyesalan saat ia melihat wajah Ayahnya yang entah berapa kali kecewa melihat Hiruta harus melanggar aturan rumah. Ya, ia tahu, bahwa satu jam lagi akan dilaksanakan shalat shubuh dan Hiruta akan menyanggupi dan memaksakan diri untuk bangun, namun Ayahnya jauh lebih khwatir pada kondisi kesehatannya.

Dulu, saat Hiruta masih kelas satu SMA. Hiruta pernah mengalami pusing dan tiba-tiba pingsan disekolah, dan faktor utamanya adalah darah Hiruta menurun drastis akibat begadang. Lalu orangtua siswa dipanggil untuk menghadap lalu diberitahu apa yang menyebabkan Hiruta tiba-tiba pingsan. Dan saat itu wajah Ayah sangat berbeda, panik, marah, kecewa, sedih, melihat Hiruta. Meski efek yang ditimbulkan tidak seberapa, namun rasa sayang Ayah pada Hiruta meruntuhkan logika Hiruta yang masih dapat menyanggah akan aturan tidur tepat waktu.

Hiruta berjalan terhuyung ke lokasi tempat pengambilan air wudhu yang bersebelahan dengan ruang shalat.

Hiruta kembali ke kamar, berdzikir lalu kemudian memejamkan mata. Mati untuk sesaat dan berharap bertemu dengan kekasih tercinta, kekasih seluruh kaum mukmin dan kekasih Allah. 

Muhammad saw…

@Iman_rk

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 Be a Ghazi. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top