Setahun telah
berlalu. Sekolah kenangan SMA 3 Geishu kini telah memudar baik warna maupun
ingatan tentangnya. Banyak disudut ruangan cat-cat telah mengelupas dan membuat
tekstur tembok menjadi kasar dan bahkan bila menatap bekas terkelupasnya cat
itu dengan sedikit menggunakan imajinasi, maka yang terlihat adalah seperti
pulau-pulau, kepala hewan, bahkan suatu saat kadang-kadang terbentuk seperti
kepala kelinci atau kuda. Semua siswa telah menyelesaikan masa liburan mereka
yang menyenangkan setelah menjalani masa-masa tegang Ujian Akhir Semester.
Setidaknya bisa membuat mereka lega dan nyaman melewati Fuyu – musim dingin – dirumah masing-masing dengan menyeduh teh
dengan keluarga dan menyeruput semangkuk ramen. Saat 1 bulan liburan, Hiruta
berjalan-jalan ke daerah Akihabara, pusat elekktronik di Tokyo. Saat ini, Hiruta
sedikit memanjangkan rambut higga tengkuk dan sedikit mengikuti tren Harazuku,
sedikit mengacak rambutnya. Akihabara adalah surganya para pecinta Anime, atau
lebih sering menyandang gelar Anime
Kissen. Kafe Komik. Tetapi, tujuan Hiruta bukan untuk membeli segudang
komik untuk dijadikan kawan ketika kesepian, tapi untuk membeli i-Pod. Katanya,
untuk mendengarkan sekaligus memperlancar bacaannya. Bacaan apa ? Memangnya ada
hubungan antara i-Pod dengan memperlancar bacaan? Ya, ada. Hiruta adalah
seorang muslim. Maka, dia butuh rekaman ketika para Qari internasioanl
melantunkan ayat suci Alquran. Hiruta, selain cemerlang dalam bidanng akademik,
ia juga seorang peniru yang baik. Hampir tiap lantunan dan dengungan Qari
tatkala membaca Alquran, ia bsa menirunya. Baik dalam nada maupun iramanya.
Sekarang, 2 hari menjelang masuk
sekolah, semua siswa se-Jepang sudah mulai juga harus bersiap untuk
melaksanakan Festival Paduan Suara antar sekolah yang akan di adakan ketika
satu minggu memasuki ruang kelas. Yah, bisa dikatakan bahwa satu minggu itu
digunakan untuk menyapa riang sahabat, teman-teman, dan paling penting memilih
tempat dan teman sebangku. Bagi Hiruta, itu bukanlah masalah. Yang menjadi
masalah adalah, pertama, ketika dia harus sebangku dengan wanita. Kedua dia
tidak punya tempat duduk sama sekali. Namun, untuk yang kedua mustahil terjadi
di Jepang, apalagi ini SMA Swasta di Kyoto. Yang paling mengkhawatirkan jelas
yang pertama, sebab Hiruta harus berdua dan duduk bersama wanita yang bukan
mahramnya selama 7 bulan kedepan. Semua siswa masih utuh bertahan dikelas 3-E.
Tidak ada yang pindah sekolah. Yang berbeda hanya kelas mereka yang sekarang
berada di satu lantai yang lebih tinggi, lantai 5 tepatnya.
“Hiruta, minum air putih
sebangun dari tidur itu menyegarkan lho.” Tegur Inari, kakak perempuannya.
Hiruta tersentak kaget. Ia duduk
memandang lantai dan melamun disana. Sebab, barusaja ia bangun untuk
melaksanankan shalat shubuh.
“Ah, ya, Kak.” Hiruta menjawab
singkat.
“Sudah wudhu belum? Ayo segera,
biar Ayah juga tidak lama menunggumu.” Inari menuruni tangga melewati bahu
Hiruta dan berbelok ke kanan menuju ruang wudhu sekaligus bersampingan dengan
mushala kecil.
Hiruta mengikuti Inari dari
belakang dan memasuki ruang tempat air wudhu diambil, sedikit mebungkuk,
mengangkat dan melipat kain celana hingga betis agar tidak ikut basah karena
cipratan air kemudian memutar keran air secukupnya. Seperti biasa, Hiruta yang
jail menyipratkan air dengan cara memukul air itu ke arah Inari.
“Hei! Jangan main-main, airnya
dingin, tahu!” Inari berteriak kesal. Namun Hiruta terus-terusan saja
menyiramnya dan memercikkan air ke tubuh Inari. Tertawa riang.
“Kyaaa!! Hentikan, Hiruta!” Inari
menahan percikan air dengan kedua tangannya untuk melindungi badan, namun disaat
yang sama airnya juga mengenai wajahnya.
“Haha, Inari-san ‘kan belum
mandi pagi.. sekalian saja!” Imbuh Hiruta.
“Astagfirullah… Hei, kalian
berdua sudah seperti anak kecil saja…”
Tiba-tiba
dari belakang mereka muncul suara yang sangat mereka kenal. Suara yang telah
menidurkan mereka, yang menyanyikan lagu untuk mereka, yang mengajari mereka
menyisir rambut dan mengikat tali sepatu, suara yang sudah 19 tahun menemani
Inari dan 16 tahun menemani Hiruta. Suara itu, suara lembut Ibu Hiruta dan
Inari-san.
“Hiruta
sangat senang mengerjaiku, bu!” Inari menatap Hiruta dengan kekesalan yang
dalam, lalu kembali memperhatikan sebagian bajunya yang basah. “Sekali-sekali
anak ini tidak akan aku siapkan sarapan!” lanjutnya.
“Hahaha,..”
Hiruta tertawa lepas.
“Aduh,
sudah… sebentar lagi pagi, ayo ambil wudhunya cepat.. dan tertib! Huhh…” Ibu
hanya bisa menggeleng kepala melihat 2 penyejuk matanya sudah bertingkah polah
seperti ini. Padahal seperti kemarin rasanya, ia menimang mereka dan memandikan
mereka dalam kamar mandi yang sama bersamaan. “Terlalu cepat waktu ini berlalu…” batinnya.
*****
Pukul 09.39
pagi. Ada SMS masuk.
Dari.. Izumi.
“Ohaiyo gozaimasu – selamat pagi – ,
Hiruta-san! Bagaimana kabarmu selama sebulan liburan? Baik-baik saja ‘kan?
Hiihi.. aku dengar, kamu berkeliling Akihabara ya? Wah, pasti menyenangkan ya..
Aku berencana kesana untuk membeli Komik dan bertemu dengan para Costplay, tapi
aku batalkan karena Kak Izuna sudah kembali dari Singapura. Beliau ingin
mengajakku ke Tokyo. Ah iya, Kak izuna ingin sekali bertemu dengan Hiruta-san.
Setelah aku bercerita banyak tentang Hiruta dan tentang… Kalau tidak salah,
Muslim ya? Hehe… Kak Izuna tahu banyak tentang Islam. Nanti ketemu ya. Semoga
Hiruta-san gak sibuk setelah masuk sekolah nanti. Byee.. ”
Hening.
Lalu Hiruta
membaca SMS itu untuk kedua kalinya, “Hehe…
Kak Izuna tahu banyak tentang Islam. Nanti ketemu ya.” Hiruta menjatuhkan
handphonenya ke arah sofa dan bersandar untuk menenangkan diri sebentar.
Ternyata, Izumi punya kakak laki-laki dan tahu banyak tentang Islam, dan
mengajak Hiruta bertemu, ada apa gerangan?! “Sudahlah,
toh kalau dia bertanya banyak, akan aku pertemukan dengan kak Inari saja. Kak
Inari lebih tahu banyak daripada aku.” Kata Hiruta dalam hati.
Lalu Hiruta
bangkit dari sofa dan hendak menuju kamar, dan mengambil handphone. Setelah dibuka,
ada SMS lagi. Dari wanita yang sama,
“Ah, maaf Hiruta-san. Kak Izuna katanya
sibuk. Kalau begitu aku punya kesempatan untuk belajar banyak dan langsung
darimu, penganutnya. Hehehe, aku masih penasaran dengan penjelasanmu setahun
lalu tentang Allah, Islam dan Alquran. Kak Izuna tahu, tapi beliau tidak,
maksudku kak Izuna ‘kan bukan muslim… Hhehe. Sempatkan waktu ya,”
Hiruta tersenyum
kecil, tipis dan hampir tidak kelihatan. Seperti getaran daun ditengah hutan
yang bergetar karena kepakan sayap burung yang terbang. Ia bergumam dan tersenyum, “Atheis yang
lugu…”
Semoga manfaat.
Find me, @Iman_rk
Find me, @Iman_rk