Seringkali kita berpikir, apa yang menyebabkan dunia ini bertindak,
dengan mekanisme seperti apa kita bekerja ? Apa kita diperintah oleh
satu kesatuan, lalu kemudian kita berbagi energi ?
Belum ada jawaban pasti mengenai hal ini, namun setidaknya dunia
bekerja oleh karena manusialah yang bekerja. Dunia berkembang karena
manusianya lah yang mengerjakannya. Dalam teori Ekonomi, orang sering
berbicara tentang teori 80/20. Yaitu suatu kejadian dimana 80% pekerjaan
hanya dikerjakan oleh 20% orang saja. Contoh, dalam suatu organisasi,
langkah kerja, program kerja, strategi juang organisasi, sesungguhnya
hanya dikerjakan oleh segelintir orang saja. Begitupun dengan banyak
kasus yang sering kita amati di sekitar lingkungan kita. Barangkali,
kita sering terjebak dalam pemikiran bahwa dunia betul-betul mengikuti
arus yang sedang terjadi, seperti pembunuhan, perampokan, kecelakaan
lalu-lintas, korupsi, dan kita mempersepsikan bahwa segala sesuatu telah
mengarah pada satu titik: Kejahatan. Tapi sesungguhnya tidak sama
sekali. Hanya beberapa orang saja yang bekerja, dan mau beraktifitas
semacam itu yang tentu saja bukan saya dan anda.
Orang-orang semacam inilah yang sesungguhnya bekerja untuk dunia,
mereka menggerakkan dunia. Mereka bukanlah orang-orang biasa. Mereka
adalah orang-orang dengan semangat luar biasa, berusaha menyebarkan
ide-ide dan inovasi baru, serta ideologi untuk dunia. Inilah yang
menjadi duduk masalahnya, munculnya para Jenius Minor yang tak kita
sadari.
Entah dengan cara apa, mereka memiliki
dan dengan mudah meraih semangat menyebarkan virus epidemi yang bisa
berupa gagasan, inovasi, perilaku, ide, pesan, bahkan ideologi itu
sendiri. Namun orang-orang ini bersedia mengubah dunia. Pernah dalam
suatu kasus di Colorado, amerika serikat, di sebuah wilayah dalam kota
itu terserang oleh penyakit Gonorhea yang telah menjangkiti
hampir 160.000 jiwa di kota itu dan yang paling mengejutkan adalah, para
penyebar virus itu hanya berjumlah 168 orang saja. Orang-orang dengan
penyakit kelamin parah, yang sering keluyuran siang-malam hanya untuk
melakukan hubungan sex. Apakah mereka memiliki niat jahat ? Tidak.
Mereka hanya warga biasa yang memiliki kebiasaan di luar kebiasaan kita.
Maka dari itu, sesungguhnya kitapun mampu mengubah dunia ini sedikit
menjadi lebih baik, tidak sulit, asal di sebarkan ditempat yang tepat,
dengan sedikit dorongan ringan dari usaha, serta ideology yang kita
bawa, akhirnya kita menyadari, bahwa dunia ini masih sedikit menyimpan
senyuman.
Semoga manfaat :)
Find me on twitter @Iman_rk :D
Wednesday, January 22, 2014
Saturday, January 11, 2014
Pujian Malaikat
Pernah merasa dihina ketika mulai serius mendakwahkan
Islam, atau, pernah merasa dikucilkan ketika mulai mengamalkan Islam ?
Bagi pendakwah Islam, 98%nya pernah merasakan hal disebutkan diatas.
Dengan kata lain, anda tidak sendiri. Secara pribadi, sayapun sering
mendapat cibiran, hinaan, dikucilkan, bahkan dijauhi oleh kerabat karib
yang dulu notabenenya kami ‘bareng’ ketika jahilliyah.
Tidak hanya itu, konseskuensi karena memperjuangkan Islam dirasakan pula oleh saya yang hidup dalam keluarga yang bukan keturunan ‘ustadz’. Pernah dulu, ketika SMA, baru satu hari mengikuti kegiatan Islam, ayah saya hampir ingin mengusir saya, dan para tetangga mencurigai saya sebagai teroris. Alamak, sorry, ini bukan curcol, tapi kenyataan. (Nah lho, apa bedanya? :D)
Seringkali dalam kisah para pengemban dakwah Islam, apalagi para pemula, merasakan hal ini. Sehingga banyak di antara mereka yang memilih untuk mundur karena takut akan ancaman dan tekanan dari dalam keluarga maupun lingkungan tempat ia bergaul. Saya katakan, “sayang sekali, sungguh sangat disayangkan”. Kenapa ? Sebab, beginilah harusnya jalan Cinta Para Pejuang. Menjadikan tekanan dan hinaan bahkan siksaan fisik sebagai jalan hidup mereka. Mereka sadar bahwa jalan ini tidaklah mudah, akan banyak rintangan dan tantangan dari manusia yang sinis akan Islam. Maka segala cara dan upaya mereka kerahkan untuk menghentikan langkah mulia para pengemban dakwah.
Namun, bagi yang meyakini bahwa jalan ini adalah jalan para Nabi, dan juga jalannya Rasulullah saw dan para sahabat yang menyertainya, ia merasa bahwa dunia ini tiada berarti ! Allah telah menjaminnya dengan menggantikan semua lelahnya ketika di dunia dengan surga !
Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang dijalan Allah sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah didalam Taurat, Injil dan Alquran…”
[At-Taubah (9): 111]
Yang meyakini bahwa ini adalah “Jual-Beli dengan Rabbnya” maka ia anggap semua cacian, sindiran, hinaan, dan perkataan manusia sebagai Pujian Malaikat !
Sebab ia meyakini dengan pasti “apaguna perkataan manusia ?!”
Your Brother, @Iman_rk
By:
Unknown
On 1/11/2014 04:14:00 PM
Agama = dalil bukan akal !
Beberapa hari terakhir saya sedang sedikit berpikir dan merenung
tentang beberapa hal yang tengah muncul di tengah-tengah kaum muslimin.
Bukan untuk men-judge dan menuding, apalagi mengkritik, tulisan ini saya
dedikasikan untuk bahan perenungan semata. Bila kiranya ada pelajaran
yang bisa diambil silahkan, bila tidak ada mohon di abaikan.
Jengkel sekaligus geli rasanya, muncul beberapa tokoh yang mendedikasikan diri untuk berdakwah namun argument serta alasan bertindaknya hanya sebatas akal dan pendapat umum, bukan dalil. Alquran dan sunnah. Juga baru-baru ini, muncul di YouTube, seorang pendakwah yang merasionalisasikan lagu Noah “separuh aku” kemudian disandingkan dan dicari pembenarannya melalui Alquran. Capee deh !
Entah apapun alasan orang itu beretorika, berbicara, dan berbuat, meski logika dan akalnya telah mencapai dalam tataran rasio, namun bila itu minus dalil tetap saja salah !
Juga aneh, ada yang berkata bahwa Homo Seksual, Trans-Gender, dan penyakit kaum Luth as lainnya dibenarkan oleh orang-orang yang cuman bisa makek akal bukan dalil. Katanya, “Ah, gak apa-apa itu ‘kan hak dia. Lagipula, cobalah memahami segala sesuatu dengan akal sehat.” Ng ? Akal sehat ? Saya rasa, yang ngomong barusan akalnya sedang sakit. Lha iya, masa cowok sama cowok berhubungan badan ? Gak normal kaliii, Allah udah captain kita berpasang-pasangan supaya tumbuh rasa kasih sayang dan rahmat Allah senantiasa hadir, eh malah sukanya “jeruk makan jeruk”.
Dan juga, yang sering berkata “kata ustadz saya”, “kata dewan syuro saya” dan kata-kata lainnya yang minus dalil, merupakan tindakan dan bagian daripada sikap malas. Dan saya rasa tulisan ini juga akan segera mendapat komentar pedas dari mereka yang mengaku cemerlang akalnya dengan kata-kata “udah, sesama muslim ga usah saling menghujat. Ini strategi Yahudi dan bla…bla..bla…”
Terakhir, yang paling membuat saya greget adalah tentang pejuang dakwah atau bahkan yang tidak, tetapi mereka ini membolehkan Demokrasi untuk terus diterapkan dalam sistem kehidupan. Mereka membenarkan semua yang dilakukan oleh demokrasi, sekali lagi, dengan AKAL !
“wajarlah mas, kita ini masih dalam proses pembelajaran demokrasi, nggak ada yang sempurna, kita masih proses belajar alias dalam masa transisi.” (belajar sih belajar, tapi ini mah belajar terus! demokrasi gagal, ancur dipertahanin, padahal kalo Islam salah dikit aja pasti protesnya dari pagi ampe malem)
Padahal imam Ali sudah mengingatkan kepada kita bahwa pembentuk persepsi adalah dalil bukan akal:
لَوْ كَانَ الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ
“Seandainya agama itu dengan akal niscaya yang lebih pantas diusap adalah bagian bawah khuf daripada bagian atasnya” (HR. Abu Dawud)
Semoga persepsi pembaca dalam menilai tulisan saya ini dengan dalil, bukan dengan akal (lagi), dan mudah-
mudahan menjadi bagian daripada solusi hehehe. Damai selalu all :)
@Iman_rk on twitter for more
Jengkel sekaligus geli rasanya, muncul beberapa tokoh yang mendedikasikan diri untuk berdakwah namun argument serta alasan bertindaknya hanya sebatas akal dan pendapat umum, bukan dalil. Alquran dan sunnah. Juga baru-baru ini, muncul di YouTube, seorang pendakwah yang merasionalisasikan lagu Noah “separuh aku” kemudian disandingkan dan dicari pembenarannya melalui Alquran. Capee deh !
Entah apapun alasan orang itu beretorika, berbicara, dan berbuat, meski logika dan akalnya telah mencapai dalam tataran rasio, namun bila itu minus dalil tetap saja salah !
Juga aneh, ada yang berkata bahwa Homo Seksual, Trans-Gender, dan penyakit kaum Luth as lainnya dibenarkan oleh orang-orang yang cuman bisa makek akal bukan dalil. Katanya, “Ah, gak apa-apa itu ‘kan hak dia. Lagipula, cobalah memahami segala sesuatu dengan akal sehat.” Ng ? Akal sehat ? Saya rasa, yang ngomong barusan akalnya sedang sakit. Lha iya, masa cowok sama cowok berhubungan badan ? Gak normal kaliii, Allah udah captain kita berpasang-pasangan supaya tumbuh rasa kasih sayang dan rahmat Allah senantiasa hadir, eh malah sukanya “jeruk makan jeruk”.
Dan juga, yang sering berkata “kata ustadz saya”, “kata dewan syuro saya” dan kata-kata lainnya yang minus dalil, merupakan tindakan dan bagian daripada sikap malas. Dan saya rasa tulisan ini juga akan segera mendapat komentar pedas dari mereka yang mengaku cemerlang akalnya dengan kata-kata “udah, sesama muslim ga usah saling menghujat. Ini strategi Yahudi dan bla…bla..bla…”
Terakhir, yang paling membuat saya greget adalah tentang pejuang dakwah atau bahkan yang tidak, tetapi mereka ini membolehkan Demokrasi untuk terus diterapkan dalam sistem kehidupan. Mereka membenarkan semua yang dilakukan oleh demokrasi, sekali lagi, dengan AKAL !
“wajarlah mas, kita ini masih dalam proses pembelajaran demokrasi, nggak ada yang sempurna, kita masih proses belajar alias dalam masa transisi.” (belajar sih belajar, tapi ini mah belajar terus! demokrasi gagal, ancur dipertahanin, padahal kalo Islam salah dikit aja pasti protesnya dari pagi ampe malem)
Padahal imam Ali sudah mengingatkan kepada kita bahwa pembentuk persepsi adalah dalil bukan akal:
لَوْ كَانَ الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ
“Seandainya agama itu dengan akal niscaya yang lebih pantas diusap adalah bagian bawah khuf daripada bagian atasnya” (HR. Abu Dawud)
Semoga persepsi pembaca dalam menilai tulisan saya ini dengan dalil, bukan dengan akal (lagi), dan mudah-
mudahan menjadi bagian daripada solusi hehehe. Damai selalu all :)
@Iman_rk on twitter for more
By:
Unknown
On 1/11/2014 04:12:00 PM
Tuesday, January 7, 2014
Kisah dulu #3
“YAKIN…YAKIN…YAKIN…!!” responku berapi-api.
Ibuku menunduk sejenak. Kelihatannya sedang berpikir, namun aku kembali mengambil satu gigitan terakhir telur dadar kemudian meneguk susu dengan semangat seperti unta di padang pasir. Ku letakkan dengan keras hingga mengagetkan beliau.
Brakk!! Bunyi meja tatkala ku banting gelas susunya.
“Hei, pelan-pelan, pecahan gelasnya tanganmu bisa dijahit tau! Dasar !” ibu memarahiku, yah barangkali beliau kaget, bukan marah. Hahay~
“Jadi gimana nih ? Ayolah ibu cantiiikkk, aku masuk SD 1 aja ya.. yah..yah.. disana ada abang Rifky juga kok.” kataku menggodanya.
“Bukan begitu, SD 1 itu harus nyebrang jalan nak, ibu khawatir kalo kamu lari-lari pas pulang. Kamu bisa…”
“ahhh, gak, aku bisa mengontrol diri kok. Lagipula, ada Zig, akan aku bawa ke sekolah juga. Dia akan memperigatkanku kalau nanti ada motor atau mobil yang larinya kencang. Nah dia akan memberitahu saat itu kalo…”
“Ini serius man. Aduuh, kamu ini. Kalo masih ngomongin robot-robot itu lagi, ibu nanti kasi anak tetangga lho ! Lihat… lihat kamu sekarang, sebentar lagi masuk sekolah masih berpikir hal yang tidak masuk akal begitu!”
Aku tertampar. Terdiam lama oleh kata-kata ibu yang ingin memberikan Zig dan Radeon pada anak tetangga. Aku menunduk dan menggigit bibir. Tubuhku bergetar saat itu dan pipiku mulai basah. Kenapa ibu membiarkan aku sendirian seperti ini ? Ibu tak mengerti rasanya tak punya saudara! Ibu tak mengerti !
“Udah, nanti Ibu bicarakan dulu pada ayahmu kamu akan masuk SD mana, yah. Sekarang naik ke atas, tidur sana. Udah jam 9.” Seraya meninggalkanku, ibu membersihakn meja makan dan mengambil piring serta menumpuknya jadi satu kemudian bergegas ke tempat pencuciannya.
Tanpa mengucap sepatah katapun aku berlari menuju kamar, niat dan semua motivasiku untuk masuk sekolah hilang dalam waktu 3 detik ketika pembicaraan ibu mengenai Zig dan Radeon yang akan diberikan pada anak tetangga kalau aku masih mengiku sertakan Zig, Radeon dan semua robotku dalam pembicaraan. Aku tak mengerti. Lagipula apa yang bisa di mengerti oleh anak sepertiku bila imajinasiku ditahan ? Saat itu aku menangis dan berpikir…
“LEBIH BAIK TIDAK SEKOLAH DARIPADA HARUS KEHILANGAN SAUDARA !”
Pagipun tiba, matahari terlihat kuning seperti biasa. Kicau burung menjadi pengiring langkah bagi tiap ayah yang hendak mengucurkan keringat dikantor, menjadi sahabat para petani saat ia memacul sawahnya, menjadi penenang bagi mereka yang pengangguran, menjadi imajinasi baru bagiku yang saat itu mencoba bangkit dari kasur yang empuk. Hoaaamm!! Ini betul-betul membosankan. Dunia seperti mengulang episode yang kemarin. Kerja lagi, sawah, merokok dan secangkir kopi, apakah hanya itu yang manusia bisa lakukan ?
Yah, mungkin karena usia dan wawasanku yang masih sebesar biji kedelai, aku tak begitu mengerti sistim pemerintahan, politik, perang dan konspirasi. Aku hanya mengenal satu kata yang bagi anak-anak adalah “pesawat jet” mereka, dengannya mereka bisa merasa hidup dan menggunakan dunianya sendiri, satu kata: IMAJINASI. Bagaimana menurutmu imajinasi, huh ? Menurutku, imajinasi itu adalah berbicara sendiri sambil menggerakan semua robotmu dalam satu waktu, lalu ikut merasa bahwa kita harus hidup didalam imajinasi yang kamu ciptakan sendiri.
Ah.. ada lagi. Imajinasi adalah saat kamu sedang melamun dan merasa bahwa ada orang-orang berharga disampingmu, mereka memiliki sayap-sayap seperti saat kau juga menginginkannya. Tapi apa iya ? Bagiku, sayap itu bentuk kelemahan. Manusia tak perlu sayap untuk bisa terbang ! Manusia hanya membutuhkan sedikit dorongan yang di sebut…
Dukk..dukk..dukk…!
“Man, udah pagi, bangun-bangun. Ibu mau kesekolah. Ini ibu simpen uangmu dimeja, sekalian sama sarapanmu. Ayo bangun, jangan tidur lama-lama.”
“Ahh, iyaaa.” Aku bangkit dengan malas yang masih duduk diatas pundakku.
Aku membuka pintu kamar. Seperti biasa, jarang sekali aku melihat ayah, sebab beliau pergi lebih awal sekitar jam 5 pagi. Pagi sekali bukan ? Jam segitu aku sedang main di Negeri permen dan kue. Dalam mimpiku, hehehe.
“Nanti kalo ada siapa-siapa yang datang jangan dibuka pintunya yah. Ibi khawatir kamu sendirian terus dirumah. Atau, mau ikut ibu tidak ? Di sekolah ibu mengajar, ada anak-anak se usiamu… yah, siapa tahu kamu bisa berteman dengan mereka.” Ibu menawarkan sambil memakai kaus kaki dan duduk di kursi plastik merah.
“Iya kah ?!” Aku terbelalak.
“Iya, jadi ? Kalo mau mandi sana. Ibu tunggu.”
Aku berdiri cukup lama, apa harus aku perkenalkan Zig dan Radeon pada mereka, atau aku bawa Radeon saja dan ku tinggal Zig di rumah bersama yang lainnya ? Ah, bukan ide yang bagus. Ah aku tahu !
“Ga ah, ga jadi. Iman mau tunggu Yuda sama Wawan aja, katanya mereka mau kerumah, main Nintendo katanya.”
“Hmmm. Ya sudahlah, ingat ya buat kunci pintu. Kapan mereka datangnya?” Ibu bangkit dari tempat duduknya. Siap-siap mau berangkat kesekolah.
“I don’t know” aku mengangkat bahu. “Nanti jam 8 mungkin bu…” akupun melangkah ke kamar dan mulai menyalakan Nintendo untuk bermain sendiri terlebih dahulu sebelum mereka datang.
“Imann!! Mandi dulu sana, badanmu bau begitu. Nih sarapanmu juga belum disentuh, waduhh.. kamu ini, nih susumu juga habisin dulu baru main !” teriak Ibu.
Well..well.. ini salahku. Kesalahan umum anak usia 5 tahun. Naluri seorang ibu memang luar biasa, masih sempat mengingatkan padahal tugasnya di sekolah lebih sibuk dan hebat daripada ini. Tapi beliau lebih mengkhawatirkan aku yang hanya seorang. Sayangnya, aku belum bisa membedakan, mana perhatian dan mana ketegasan. Payah ~
“Aaaa… iya,iya. Maaf-maaf, hehe” aku menyeringai lebar.
“Hummpp.. ya udah, sini cium dulu” Ibu memelukku.
“Ibu, nanti kalo pulang belikan jajan. Atau nasi bungkus, yah?” gumamku sambil menatap matanya.
“Ada lagi selain itu pangeran?”
“Hehehe, gak itu saja…”
“Oke, assalamualaykum.”
“waalaykumsalam..”
Segera aku mengunci pintu. Kata ibu sekarang lagi ramainya kasus mutilasi. Itu lho yang memotong daging manusia kayak daging sapi. Mwaaa..!! Mengerikan, aku liat orang yang sembelih ayam saja udah nutup mata. Kasian liat ayamnya. Apalagi kalo yang disembelih itu ibunya ayam, wah..wah.. anaknya ditinggal kesepian begitu. Tapi, jarang sih liatnya.
Hei, tadi hampir lupa. Tentang teman yang memiliki sayap, apa kalian masih ingat ? Jangan dilupakan, ini bagian terpenting. Manusia tak membutuhkan sayap. Itu jelas, meskipun ada manusia yang rakus sampai-sampai ingin menciptakan sayap buatan sama persis kayak burung. Manusia udah punya 2 alat super lengkap yang dikasi sama Tuhan: AKAL dan IMAJINASI. Kita tidak bisa melawan apa yang udah Tuhan ciptakan. Kalian harus menyepakati ini. Meskipun burung punya sayap, tapi mereka ga bisa berimajinasi dan berpikir sama kayak aku dan kamu.
Yup, meskipun aku tidka memiliki sayap, aku punya sayap yang super-hebat yang bisa mengembangkan imajinasiku lebih jauh lagi. Ialah Zig dan Radeon :) hehe.
Aku yakin kalian juga punya meskipun lebih normal dariku yang bersayapkan robot. Siapa mereka, orangtuamu, kekasihmu ?
Ayo ceritakan padaku.
Aku akan mendengarkan, sebelum aku menceritakan lagi kisahku… :)
*Bersambung ke part 4, makasih udah baca :) Semoga manfaat.
Find me on twitter, @Iman_rk
Ibuku menunduk sejenak. Kelihatannya sedang berpikir, namun aku kembali mengambil satu gigitan terakhir telur dadar kemudian meneguk susu dengan semangat seperti unta di padang pasir. Ku letakkan dengan keras hingga mengagetkan beliau.
Brakk!! Bunyi meja tatkala ku banting gelas susunya.
“Hei, pelan-pelan, pecahan gelasnya tanganmu bisa dijahit tau! Dasar !” ibu memarahiku, yah barangkali beliau kaget, bukan marah. Hahay~
“Jadi gimana nih ? Ayolah ibu cantiiikkk, aku masuk SD 1 aja ya.. yah..yah.. disana ada abang Rifky juga kok.” kataku menggodanya.
“Bukan begitu, SD 1 itu harus nyebrang jalan nak, ibu khawatir kalo kamu lari-lari pas pulang. Kamu bisa…”
“ahhh, gak, aku bisa mengontrol diri kok. Lagipula, ada Zig, akan aku bawa ke sekolah juga. Dia akan memperigatkanku kalau nanti ada motor atau mobil yang larinya kencang. Nah dia akan memberitahu saat itu kalo…”
“Ini serius man. Aduuh, kamu ini. Kalo masih ngomongin robot-robot itu lagi, ibu nanti kasi anak tetangga lho ! Lihat… lihat kamu sekarang, sebentar lagi masuk sekolah masih berpikir hal yang tidak masuk akal begitu!”
Aku tertampar. Terdiam lama oleh kata-kata ibu yang ingin memberikan Zig dan Radeon pada anak tetangga. Aku menunduk dan menggigit bibir. Tubuhku bergetar saat itu dan pipiku mulai basah. Kenapa ibu membiarkan aku sendirian seperti ini ? Ibu tak mengerti rasanya tak punya saudara! Ibu tak mengerti !
“Udah, nanti Ibu bicarakan dulu pada ayahmu kamu akan masuk SD mana, yah. Sekarang naik ke atas, tidur sana. Udah jam 9.” Seraya meninggalkanku, ibu membersihakn meja makan dan mengambil piring serta menumpuknya jadi satu kemudian bergegas ke tempat pencuciannya.
Tanpa mengucap sepatah katapun aku berlari menuju kamar, niat dan semua motivasiku untuk masuk sekolah hilang dalam waktu 3 detik ketika pembicaraan ibu mengenai Zig dan Radeon yang akan diberikan pada anak tetangga kalau aku masih mengiku sertakan Zig, Radeon dan semua robotku dalam pembicaraan. Aku tak mengerti. Lagipula apa yang bisa di mengerti oleh anak sepertiku bila imajinasiku ditahan ? Saat itu aku menangis dan berpikir…
“LEBIH BAIK TIDAK SEKOLAH DARIPADA HARUS KEHILANGAN SAUDARA !”
Pagipun tiba, matahari terlihat kuning seperti biasa. Kicau burung menjadi pengiring langkah bagi tiap ayah yang hendak mengucurkan keringat dikantor, menjadi sahabat para petani saat ia memacul sawahnya, menjadi penenang bagi mereka yang pengangguran, menjadi imajinasi baru bagiku yang saat itu mencoba bangkit dari kasur yang empuk. Hoaaamm!! Ini betul-betul membosankan. Dunia seperti mengulang episode yang kemarin. Kerja lagi, sawah, merokok dan secangkir kopi, apakah hanya itu yang manusia bisa lakukan ?
Yah, mungkin karena usia dan wawasanku yang masih sebesar biji kedelai, aku tak begitu mengerti sistim pemerintahan, politik, perang dan konspirasi. Aku hanya mengenal satu kata yang bagi anak-anak adalah “pesawat jet” mereka, dengannya mereka bisa merasa hidup dan menggunakan dunianya sendiri, satu kata: IMAJINASI. Bagaimana menurutmu imajinasi, huh ? Menurutku, imajinasi itu adalah berbicara sendiri sambil menggerakan semua robotmu dalam satu waktu, lalu ikut merasa bahwa kita harus hidup didalam imajinasi yang kamu ciptakan sendiri.
Ah.. ada lagi. Imajinasi adalah saat kamu sedang melamun dan merasa bahwa ada orang-orang berharga disampingmu, mereka memiliki sayap-sayap seperti saat kau juga menginginkannya. Tapi apa iya ? Bagiku, sayap itu bentuk kelemahan. Manusia tak perlu sayap untuk bisa terbang ! Manusia hanya membutuhkan sedikit dorongan yang di sebut…
Dukk..dukk..dukk…!
“Man, udah pagi, bangun-bangun. Ibu mau kesekolah. Ini ibu simpen uangmu dimeja, sekalian sama sarapanmu. Ayo bangun, jangan tidur lama-lama.”
“Ahh, iyaaa.” Aku bangkit dengan malas yang masih duduk diatas pundakku.
Aku membuka pintu kamar. Seperti biasa, jarang sekali aku melihat ayah, sebab beliau pergi lebih awal sekitar jam 5 pagi. Pagi sekali bukan ? Jam segitu aku sedang main di Negeri permen dan kue. Dalam mimpiku, hehehe.
“Nanti kalo ada siapa-siapa yang datang jangan dibuka pintunya yah. Ibi khawatir kamu sendirian terus dirumah. Atau, mau ikut ibu tidak ? Di sekolah ibu mengajar, ada anak-anak se usiamu… yah, siapa tahu kamu bisa berteman dengan mereka.” Ibu menawarkan sambil memakai kaus kaki dan duduk di kursi plastik merah.
“Iya kah ?!” Aku terbelalak.
“Iya, jadi ? Kalo mau mandi sana. Ibu tunggu.”
Aku berdiri cukup lama, apa harus aku perkenalkan Zig dan Radeon pada mereka, atau aku bawa Radeon saja dan ku tinggal Zig di rumah bersama yang lainnya ? Ah, bukan ide yang bagus. Ah aku tahu !
“Ga ah, ga jadi. Iman mau tunggu Yuda sama Wawan aja, katanya mereka mau kerumah, main Nintendo katanya.”
“Hmmm. Ya sudahlah, ingat ya buat kunci pintu. Kapan mereka datangnya?” Ibu bangkit dari tempat duduknya. Siap-siap mau berangkat kesekolah.
“I don’t know” aku mengangkat bahu. “Nanti jam 8 mungkin bu…” akupun melangkah ke kamar dan mulai menyalakan Nintendo untuk bermain sendiri terlebih dahulu sebelum mereka datang.
“Imann!! Mandi dulu sana, badanmu bau begitu. Nih sarapanmu juga belum disentuh, waduhh.. kamu ini, nih susumu juga habisin dulu baru main !” teriak Ibu.
Well..well.. ini salahku. Kesalahan umum anak usia 5 tahun. Naluri seorang ibu memang luar biasa, masih sempat mengingatkan padahal tugasnya di sekolah lebih sibuk dan hebat daripada ini. Tapi beliau lebih mengkhawatirkan aku yang hanya seorang. Sayangnya, aku belum bisa membedakan, mana perhatian dan mana ketegasan. Payah ~
“Aaaa… iya,iya. Maaf-maaf, hehe” aku menyeringai lebar.
“Hummpp.. ya udah, sini cium dulu” Ibu memelukku.
“Ibu, nanti kalo pulang belikan jajan. Atau nasi bungkus, yah?” gumamku sambil menatap matanya.
“Ada lagi selain itu pangeran?”
“Hehehe, gak itu saja…”
“Oke, assalamualaykum.”
“waalaykumsalam..”
Segera aku mengunci pintu. Kata ibu sekarang lagi ramainya kasus mutilasi. Itu lho yang memotong daging manusia kayak daging sapi. Mwaaa..!! Mengerikan, aku liat orang yang sembelih ayam saja udah nutup mata. Kasian liat ayamnya. Apalagi kalo yang disembelih itu ibunya ayam, wah..wah.. anaknya ditinggal kesepian begitu. Tapi, jarang sih liatnya.
Hei, tadi hampir lupa. Tentang teman yang memiliki sayap, apa kalian masih ingat ? Jangan dilupakan, ini bagian terpenting. Manusia tak membutuhkan sayap. Itu jelas, meskipun ada manusia yang rakus sampai-sampai ingin menciptakan sayap buatan sama persis kayak burung. Manusia udah punya 2 alat super lengkap yang dikasi sama Tuhan: AKAL dan IMAJINASI. Kita tidak bisa melawan apa yang udah Tuhan ciptakan. Kalian harus menyepakati ini. Meskipun burung punya sayap, tapi mereka ga bisa berimajinasi dan berpikir sama kayak aku dan kamu.
Yup, meskipun aku tidka memiliki sayap, aku punya sayap yang super-hebat yang bisa mengembangkan imajinasiku lebih jauh lagi. Ialah Zig dan Radeon :) hehe.
Aku yakin kalian juga punya meskipun lebih normal dariku yang bersayapkan robot. Siapa mereka, orangtuamu, kekasihmu ?
Ayo ceritakan padaku.
Aku akan mendengarkan, sebelum aku menceritakan lagi kisahku… :)
*Bersambung ke part 4, makasih udah baca :) Semoga manfaat.
Find me on twitter, @Iman_rk
By:
Unknown
On 1/07/2014 05:01:00 PM
Saturday, January 4, 2014
Kisah dulu #2
Lalu ibu mereka memanggil teman-temanku.
“Wan, ayo pulang, sebentar lagi magrib. Nanti kalo pulang sendiri di culik hantu lho?!”
“Iya, kamu juga Yuda, ayo balik… mandi, ikut bapak ke masjid gih”
“Iya ma,.. man, pamit dulu ya. Besok kita main lagi! Oke!?” seraya berdiri, Yuda menepuk bahuku dan wawan segera melompat bangkit menuju pintu untuk keluar dan pulang.
“Siap komandan!” tangan kananku langsung sigap mengangkat untuk memberi hormat seperti tentara yang aku lihat di TV kemarin.
“Assalamualaykum….” Ujar mereka berbarengan.
“Waalaykumsalam.” Sahutku melempar senyum terbaik.
Aku kembali dalam kamar dan kembali menatap layar TV.
“Wah, nanggung, main lagi ah….”
Ah, aku hampir lupa. Aku belum memperkenalkan dua teman pertamaku. Setidaknya, nama mereka masih ku ingat, Wawan dan Yuda namanya. Haha~ , nama yang unik. Sejak mereka sering kerumah semua seperti surga. Aku bisa bercerita banyak dengan mereka, ternyata dalam hal bercerita dan mengarang, aku lebih ekspressif dari Bayu! Iya, Bayu. Anak yang tahun lalu mengajakku bermain kelereng sebesar bola biliar itu. Dia adik kelasku.
Aku bercerita semua yang aku alami bersama Zig dan Radeon. 2 Zord (Robot Besar) milikku yang aku anggap saudara itu. Kalian sudah melihatnya ? Wah, kalian harus melihatnya! Aku punya foto Zig dan Radeon, tapi tak bisa ku masukkan sekarang. Nanti ya aku tunjukkin sama kalian.
Wawan dan Yuda selalu tenggelam dalam ceritaku itu, apalagi disaat aku dan Zig bertarung dengan Pasukan Aliansi X-18 dari planet Altec, planet Es dari luar angkasa untuk menyelamatkan Radeon yang di culik oleh salah satu tentara mereka. Wah seru sekali, aku ingin menceritakannya juga padamu! Tapi, aku berharap kalian juga harus bisa mendengarkan dengan serius, seperti wawan dan yuda, kalau tidak kalian tidak akan paham dengan ceritanya… hey, jangan tertawa, aku serius!
“Iman, matikan Gamenya nak, udah magrib lho. Main dari tadi siang lho kamunya, belum mandi pula.” Ibuku menggerutu dari dapur.
“Siap bosss!!” sigap langsung ku matikan. Sebab, bila ku tunda dan tak mendengar beliau, bisa-bisa aku terkena ‘siraman rohani’, hehehe!
Langkahku sempoyongan ketika hendak menuju kamar mandi, efek main game seharian. Mataku terasa perih. Terang saja, mata imutku yang berusia 5 tahun ini menatap layar TV itu hampir 8 jam penuh, aku juga tak menyadari apakah tadi aku berkedip atau tidak ya?! Huwaa… ini berbahaya. Yang aku baca, otot mata bila sering menatap TV akan cepat lelah dan elastisitasnya akan berkurang dan katanya bisa menyebabkan Miopi. Tapi, sampai detik aku menuliskan cerita ini, Alhamdulillah mataku sehat dan kuat lho.
Setelah semua persiapan selesai aku berangkat menuju masjid dan kembali saat sholat isya selesai. Saat masuk dalam kamar, aku membuka semua laci dan mengeluarkan semua robotku. Padahal, ada tempelan di dinding yang bertuliskan “Jangan lupa baca meskipun hanya selembar!” aku terdiam dan berdiri dengan bingung menatap pesan itu. Aku belum paham. Kenapa aku harus membaca ? Zig dan Radeon tidak pernah membaca tapi mereka hebat dan menjadi pahlawan keren, kok! Ku abaikan pesan itu. Untuk anak usia 5 tahun, mana bisa memahami pesan tersirat dan super-aneh begitu, bagiku saat itu, bertarung dan menciptakan karakter demi karakter adalah hal yang menyenangkan. Aku juga berkata seperti itu pada Zig dan Radeon, tanya saja pada mereka kalau tidak percaya… eh, kalian belum mengenalnya ya, hehe. Maaf.maaf !
“Hei Zig, kau akan kemana setelah meledakkan bulan?” Kataku melalui Radeon.
“Hah?! Aku tidak ingin meledakkan bulan ! Aku tidak sejahat itu, justru aku ingin melindungi bulan dari Manusia!” Jelas Zig.
“Ng, manusia? Ada apa ?!” Radeon tersentak.
“Manusia punya rencana, bila oksigen sudah habis di Bumi. Mereka akan hidup dan tinggal di bulan. Aku takkan membiarkan itu ! Lihat saja perilaku mereka terhadap bumi, ugh… mengerikan, sungguh mengerikan!”
“Tapi Zig, kita harus menyelamatkan manusia yang lain. Tidak semua dari mereka seperti itu!” Radeon mulai menjelaskan sisi lain dari sifat manusia.
Haha, ini dia! Bagian paling menarik ketika kita berimajinasi. Aku sering melakukan ini pada Zig dan Radeon dan seluruh robot plastikku. Banyak sekali karakter dari mereka yang aku ciptakan, dan aku juga yang berbicara. Sendiri dalam keheningan kamar.
Hey, tunggu sebentar, bukankah di bulan itu tidak ada oksigen ?! Wah, ternyata dulu aku belum tahu. Haha~
“Iman, ayo keluar dulu. Ibu udah gorengin telur dadar ini,” Ibuku memecah keheningan saat aku sedang berbisik-bisik sendiri dalam kamar.
“ah, iyaaa.. sebentar bu. Iman akan keluar dengan kecepatan maksimum menggunakan pesawat antariksa yang kami temukan di Planet X-18! Haha, ini pesawat dengan kecepatan peluru!” teriakku dari dalam kamar.
Kecepatan peluru?! Yang benar saja.
“Iya, apapun itu, cepat keluar. Nanti telurnya dimakan kucing!” suara ibuku mulai meninggi. O’oww, pertanda bahaya pemirsa!
“Alright! Yeahh!” aku keluar dari kamar dengan piyama tidurku. Ada banyak gambar jerapah disana. 1..2..3..5.. ah, kira-kira ada 8 lukisan jerapah di piyamaku ini.
Dan, aku keluar bersama pesawat jetku. Besarnya sekitar 2 telapak tangan orang dewasa. Aku menerbangkannya di atas meja makan dengan tanganku. Sambil melahap semua telur dan nasi di hadapanku.
“Awas nanti kesenggol gelas air minum, kalo pecah rapikan sendiri nanti!” Tegur ibuku lagi.
“Tenang bu, pesawat ini memiliki area sensorik. Setiap benda yang berada di sekitarnya akan di deteksi. Ibu tak perlu khawatir!” jelasku sambil memutarnya ke kiri dan ke kanan.
“Hmmm…” Ibuku menghela napas panjang.
Lalu tiba-tiba ibuku mengambil posisi dan duduk di kursi berhadapan dengan kursiku.
“Man, 5 bulan lagi kamu masuk SD. Mau masuk SD mana ?” tiba-tiba saja ibu menanyakan hal yang sangat ingin aku dengar. Sekolah! Aku tersentak dan hampir menjatuhkan pesawatnya.
“Yess…yes… sekolah..sekolah..!! aku ingin masuk SD 1 bu. Biar nanti juara 1 terus! Hihihi” Aku menyeringai..
“Yakin ?” Ibuku bertanya
*Bersambung ke part 3, makasih udah baca :) Semoga manfaat.
Find me on twitter, @Iman_rk
By:
Unknown
On 1/04/2014 10:57:00 PM
Friday, January 3, 2014
Kisah Dulu #1
Usiaku saat itu adalah 4 tahun. Aku tak memiliki teman juga saudara,
lebih tepatnya, aku anak tunggal. Meski begitu, aku tak sendiri, aku
memiliki puluhan robot dan ada 2 Zord (Robot Besar) yang aku anggap
sebagai saudaraku. Dan puluhan robot tadi aku anggap teman. Ini bukan
romantika kisah yang perlu kalian prihatinkan. Aku tak sedih dengan
keadaanku ini, dan kabar baiknya, ibuku begitu tegas sehingga usia 4
tahun aku sudah dapat membaca buku dan menghafal pancasila.
Aku mengungguli teman se-usiaku.
Kadang setiap siang hari, kawan-kawanku itu sering mendatangi rumah lalu memanggil namaku dengan keras.
“Imaaaannn, Imaann!!” Katanya.
“main yyuk, sekarang aku udah punya kelereng banyak. Kalo kali ini kamu mau ikutan main, nanti aku kasih sebagian punyaku.” Teriak sahabatku yang satunya lagi.
Lalu, Ibuku, membuka pintu dan berkata, “Iman sedang tidur siang nak, mainnya nanti saja ya.” Kemudian ibu menutup lagi pintunya.
Terus terang, saat itu ingin rasanya aku melompat dari kasur itu dan menghampiri mereka lalu tertawa dan membuat keributan serta hal lain lagi yang dengan itu dapat membuat kami bahagia. Namun, ibu telah menjagaku sedemikian rupa hingga tiap siang aku hanya berada dalam kamar dan bermain dengan robot-robotan plastik itu. Kadang aku berbicara sendiri, se-akan-akan aku dalah dubber dari robot itu.
Apakah kalian pernah menonton Film Toy Story 1,2 dan 3 ? Nah, mungkin bisa dibilang, aku ini adalah Andy bagi Woody, Buzz dan kawan-kawannya.
Lalu seiring berjalannya waktu, ternyata aku merasa kesepian. Sangat kesepian. Walau aku bisa menjadi banyak karakter dengan menciptakan tokoh dan memainkan perannya melalui robot-robot tadi, aku tetap ingin bermain dengan manusia. Dengan teman-teman seusiaku !
Ada temanku yang bercerita dan memberitahu padaku bahwa dunia bermain itu dunia yang keras, penuh dengan kompetisi dan hati-hati nanti kamu juga bisa nangis! Tapi, aku berkata “Ah, tidak apa-apa, aku senang bersaing, aku juga senang berkompetisi tapi aku tidak akan menangis! Kau tahu, robotku pernah bilang, bahwa menangis hanya akan merepotkan orang lain… hehehe”
“Hmmm… kamu punya robot yang bisa bicara ya?! Wah, hebat ! Main ke rumahmu ayuk!” temanku sangat kaget bercampur senang mendengarnya. Dengan segera dia bangkit dari tempat duduk kami.
“Heheh, sebenarnya aku yang ngomong, robotnya aku mainin!” Seringaiku lebar saat itu. Saking bahagianya.
“Huaahhhhh.. gak asik. Eh, man, nanti bisa keluar rumah gak ? aku punya kelereng biliar, besarnya kayak bola biliar! Nanti kita adu sampai pecah ya?!” Mata temanku ini terbuka saat menjelaskannya. Hehe, dia sangat ekspresif untuk anak se usianya.
“Nggmmm…. “ Aku tertunduk terdiam.
“Kenapa, kamu harus tidur siang lagi ya, man ?”
“Anu… bukan, aku…”
“Kenapa, ga suka main kelereng ya? Wah, asik man, makanya ayo coba soalnya nati juga akan ku ajak semu…”
“Aku dilarang ibu main” Aku memotong pembicaraannya.
Saat itu aku merasa bersalah dalam dua hal. Pertama, aku menolak permintaannya, kedua aku memberitahunya bahwa Ibu melarangku bermain. Aku tak ingin dia berpikir bahwa ibuku kejam karena telah mengurungku.
“Ibumu larang kamu main ya, wah… ga asik. Kalo di larang gitu, aku lebih baik nangis lho man.” Temanku bergumam.
“Sayangnya, aku dilarang nangis, beliau tidak suka melihatku menangis.”
“Ah, sudah ah.. pulang dulu ya, aku mau makan dulu. Lapar.” Aku bersuara dengan cepat agar temanku tidak memotong dan melanjutkan pembicaraan ini.
“Hei man, mainnya jadi ya?” Temanku teriak memanggilku dari belakang.
Aku tak menjawabnya. Aku terus berjalan menjauhinya, berharap ia tak melihat satu-satunya kelemahanku. Aku berdoa semoga selamanya ia tak melihat… saat itu aku sambil berjalan sambil mengusap mataku.
Aku menangis.
Bagiku, 4 tahun adalah masa-masa yang tak bisa aku bedakan mana kebebasan dan penjara. Menginjak usia ke lima, ibu membelikanku Nintendo. Nintendo yang saat itu lumayan populer, dan sedikit dari teman-temanku yang memilikinya. Lengkap sudah kehidupanku. Tapi jauh dalam hatiku, aku ingin bermain dengan mereka. Dengan teman-temanku !
Dan suatu hari, aku bertemu dengan salah seorang dari mereka….
“Wah, keren man, kamu udah punya Nintendo ya? Enak ya jadi kamu, semua pasti di beliin!” dia berdecak. Seakan kagum melihat semua perilaku orangtuaku.
Aku menyeringai. Hanya itu.
“Man, kapan-kapan ajak kita ke rumah dong… kita main sampe malam! Yee… kita ga usah belajar yah? Hehe” teriaknya.
“Kalau mau, sekarang aja ya. Ayok ke rumah, kita main lama-lama. Nanti aku kasi tau ibu supaya membelikan koko krunch buat kita.” Sahutku dengan gembira.
“Main Mario Bros ya, man?!”
“Oke!!” Teriakku.
Betul saat itu kami bermain hingga sore hari, tak sampai malam karena ibu-ibu mereka mencarinya. Yah, dengan wajah khas seorang ibu. Khawatir luar biasa ketika mencari. Lalu saat itu, ibuku keluar dan berbincang-bincang dengan ibu mereka, ibu teman-temanku. Mereka membicarakan sesuatu dengan raut wajah yang serius. Aku tak mengerti. Lagipula, apa yang bisa ku mengerti dari pembicaraan orang dewasa ? aku lanjut bermain.
Lalu….
*Bersambung ke part II, makasih udah baca :) Semoga manfaat.
Find me on twitter, @Iman_rk
Aku mengungguli teman se-usiaku.
Kadang setiap siang hari, kawan-kawanku itu sering mendatangi rumah lalu memanggil namaku dengan keras.
“Imaaaannn, Imaann!!” Katanya.
“main yyuk, sekarang aku udah punya kelereng banyak. Kalo kali ini kamu mau ikutan main, nanti aku kasih sebagian punyaku.” Teriak sahabatku yang satunya lagi.
Lalu, Ibuku, membuka pintu dan berkata, “Iman sedang tidur siang nak, mainnya nanti saja ya.” Kemudian ibu menutup lagi pintunya.
Terus terang, saat itu ingin rasanya aku melompat dari kasur itu dan menghampiri mereka lalu tertawa dan membuat keributan serta hal lain lagi yang dengan itu dapat membuat kami bahagia. Namun, ibu telah menjagaku sedemikian rupa hingga tiap siang aku hanya berada dalam kamar dan bermain dengan robot-robotan plastik itu. Kadang aku berbicara sendiri, se-akan-akan aku dalah dubber dari robot itu.
Apakah kalian pernah menonton Film Toy Story 1,2 dan 3 ? Nah, mungkin bisa dibilang, aku ini adalah Andy bagi Woody, Buzz dan kawan-kawannya.
Lalu seiring berjalannya waktu, ternyata aku merasa kesepian. Sangat kesepian. Walau aku bisa menjadi banyak karakter dengan menciptakan tokoh dan memainkan perannya melalui robot-robot tadi, aku tetap ingin bermain dengan manusia. Dengan teman-teman seusiaku !
Ada temanku yang bercerita dan memberitahu padaku bahwa dunia bermain itu dunia yang keras, penuh dengan kompetisi dan hati-hati nanti kamu juga bisa nangis! Tapi, aku berkata “Ah, tidak apa-apa, aku senang bersaing, aku juga senang berkompetisi tapi aku tidak akan menangis! Kau tahu, robotku pernah bilang, bahwa menangis hanya akan merepotkan orang lain… hehehe”
“Hmmm… kamu punya robot yang bisa bicara ya?! Wah, hebat ! Main ke rumahmu ayuk!” temanku sangat kaget bercampur senang mendengarnya. Dengan segera dia bangkit dari tempat duduk kami.
“Heheh, sebenarnya aku yang ngomong, robotnya aku mainin!” Seringaiku lebar saat itu. Saking bahagianya.
“Huaahhhhh.. gak asik. Eh, man, nanti bisa keluar rumah gak ? aku punya kelereng biliar, besarnya kayak bola biliar! Nanti kita adu sampai pecah ya?!” Mata temanku ini terbuka saat menjelaskannya. Hehe, dia sangat ekspresif untuk anak se usianya.
“Nggmmm…. “ Aku tertunduk terdiam.
“Kenapa, kamu harus tidur siang lagi ya, man ?”
“Anu… bukan, aku…”
“Kenapa, ga suka main kelereng ya? Wah, asik man, makanya ayo coba soalnya nati juga akan ku ajak semu…”
“Aku dilarang ibu main” Aku memotong pembicaraannya.
Saat itu aku merasa bersalah dalam dua hal. Pertama, aku menolak permintaannya, kedua aku memberitahunya bahwa Ibu melarangku bermain. Aku tak ingin dia berpikir bahwa ibuku kejam karena telah mengurungku.
“Ibumu larang kamu main ya, wah… ga asik. Kalo di larang gitu, aku lebih baik nangis lho man.” Temanku bergumam.
“Sayangnya, aku dilarang nangis, beliau tidak suka melihatku menangis.”
“Ah, sudah ah.. pulang dulu ya, aku mau makan dulu. Lapar.” Aku bersuara dengan cepat agar temanku tidak memotong dan melanjutkan pembicaraan ini.
“Hei man, mainnya jadi ya?” Temanku teriak memanggilku dari belakang.
Aku tak menjawabnya. Aku terus berjalan menjauhinya, berharap ia tak melihat satu-satunya kelemahanku. Aku berdoa semoga selamanya ia tak melihat… saat itu aku sambil berjalan sambil mengusap mataku.
Aku menangis.
Bagiku, 4 tahun adalah masa-masa yang tak bisa aku bedakan mana kebebasan dan penjara. Menginjak usia ke lima, ibu membelikanku Nintendo. Nintendo yang saat itu lumayan populer, dan sedikit dari teman-temanku yang memilikinya. Lengkap sudah kehidupanku. Tapi jauh dalam hatiku, aku ingin bermain dengan mereka. Dengan teman-temanku !
Dan suatu hari, aku bertemu dengan salah seorang dari mereka….
“Wah, keren man, kamu udah punya Nintendo ya? Enak ya jadi kamu, semua pasti di beliin!” dia berdecak. Seakan kagum melihat semua perilaku orangtuaku.
Aku menyeringai. Hanya itu.
“Man, kapan-kapan ajak kita ke rumah dong… kita main sampe malam! Yee… kita ga usah belajar yah? Hehe” teriaknya.
“Kalau mau, sekarang aja ya. Ayok ke rumah, kita main lama-lama. Nanti aku kasi tau ibu supaya membelikan koko krunch buat kita.” Sahutku dengan gembira.
“Main Mario Bros ya, man?!”
“Oke!!” Teriakku.
Betul saat itu kami bermain hingga sore hari, tak sampai malam karena ibu-ibu mereka mencarinya. Yah, dengan wajah khas seorang ibu. Khawatir luar biasa ketika mencari. Lalu saat itu, ibuku keluar dan berbincang-bincang dengan ibu mereka, ibu teman-temanku. Mereka membicarakan sesuatu dengan raut wajah yang serius. Aku tak mengerti. Lagipula, apa yang bisa ku mengerti dari pembicaraan orang dewasa ? aku lanjut bermain.
Lalu….
*Bersambung ke part II, makasih udah baca :) Semoga manfaat.
Find me on twitter, @Iman_rk
By:
Unknown
On 1/03/2014 04:07:00 PM
Subscribe to:
Posts (Atom)