Saturday, May 24, 2014

Izumi #14

“Bagaimana menurutmu?” Tanya Izumi ketika ia membetulkan posisi duduknya menghadap ke arah depan dan bertanya pada Fuyutsuki yang sedang asik dengan komiknya.
“Tidak begitu menarik, Hiruta masih nomor satu.” Katanya tenang.
“Ish, kau ini malah menilai wajahnya.” Izumi sedikit kesal. “Darimana dia? Kalau kulihat matanya, kurasa dia bukan asli jepang.”
“Tanyakan saja padanya, Izumi-chan… jangan ganggu aku!” Fuyutsuki memajukan badannya kedepan agar Izumi tidak berbicara padanya saat itu tatkala ia sedang serius pada cerita dalam komik.
Izumi mengerucutkanbibirnya, ia kembali menoleh kebelakang. Melihat anak itu. Lalu melhat Hiruta lagi.

Kalau di pikir-pikir, mereka berdua sama-sama tenang dan kalem. Batinnya.

***

Teng…Teng…Teng…

Istirahat. Sekarang adalah jam makan siang. Seluruh siswa berhamburan keluar dengan sedikit berdesak-desakan. Siang ini tidak terlalu panas seperti ketika Natsu, desiran dan hembusan anginnya lumayan terasa sejuk mengingat musim dingin beberapa hari yang lalu telah meninggalkan Jepang. Sudah cukup bagi para Siswa merasakan libur panjang, meskipun beberapa siswa masih saja mengeluh bahwa liburan yang diberikan terlalu singkat dan mereka berkomentar kenapa sekolah kita tidak seperti di Hokkaido saja, yang liburannya diperpanjang katanya. Komentar dan tanya jawab mengenai apa saja yang dilakukan saat liburan menjadi topik yang paling ramai di bicarakan saat di kantin.

Disana Izumi, Urumi, Yahiko, dan Fuyutsuki berjalan beriringan menuju kantin. Kadang mereka tertawa terbahak-bahak karena Urumi sering menirukan gaya Pak Mikami mengajar, ramburtnya yang botak dan perutnya yang buncit, serta gaya bicaranya yang lambat dan datar tanpa ekspresi, lalu wajah khasnya yang bulat amat terkesan lucu tatkala ditambah dengan kacamatanya yang bulat dan tebal membuat Pak Mikami amat mudah ditiru oleh hampir seluruh siswa. Tinggal mencondongkan saja perut layaknya ibu hamil delapan bulan lalu berjalanlah mondar-mandir seperti penguin. Maka, selamat. Siswa berhasil menirunya dengan sempurna.

“Hahaha… aduh, hentikan… hahaha…” Yahiko sudah tak tahan lagi melihat tingkah polah Urumi yang dari tadi semakin menjadi-jadi menirukan gerakan Pak Mikami.
“Hahaha, dasar Urumi.” Tambah Fuyutsuki.
“Hahaha, sudah hentikan. Kalau ketahuan kita berempat bisa di hukumnya, lho.” Izumi masuk menengahi.

Ya, benar. Ketika mereka masih kelas II, tiga orang siswa telah dikeluarkan dari sekolah karena menirukan gaya pak Mikami ditengah lapangan ketika mereka berjalan menuju gedung olahraga. Saat itu pak Mikami berpapasan dengan mereka dan menyaksikan dengan jelas ekspresi serta mimik wajah anak-anak itu yang menirukan gaya ketika pak Mikami mengajar. Lalu, pak Mikami hanya berdeham dan mengatakan kalimat yang bagi siswa saat itu adalah kiamat. Artinya mereka sudah mengetahui apa yang akan terjadi. “Ikut aku…” katanya datar. Lalu kemudian salahsatu dari orangtua anak-anak yang nekat itu protes dan tidak terima bahwa anaknya harus keluar dari sekolah hanya karena meniru gerakkan. Baginya itu hal yang wajar karena siswa SMA masih tergolong anak-anak dan masih ingin mencoba beberapa hal, termasuk mencemooh gurunya sendiri.

“Ajarkan sesuatu pada anakmu, sebelum kau menyuruh kami untuk mengajarnya.” Kata-kata datar itu meluncur dari mulut pak Mikami dan membuat orangtua anak-anak tadi terpaku dan mematung dihadapannya, padahal sesaat sebelumnya orangtua itu berbicara hingga suaranya terdengar ke ruangan sebelah.
“Hahaha… maaf, maaf. Oh ya, nanti mau makan apa Izumi?” Tanya Urumi.
“Nanti kita liat.” Jawab Izumi sambil tersenyum.

Mereka masih tertawa cekikikan dan menebar senyum sepanjang jalan. Disana, dari kejauhan terlihat para siswa yang mengantri untuk kemudian mendapat bagian sebelum kehabisan menu-menu special siang ini. Di kantin SMA ini, tiap harinya dimasak menu yang berbeda-beda. Maka bisa dipastikan bila pada hari-hari tertentu para siswa ramai mengunjungi hingga membuat kantin ini sesak dan penuh, itu menandakan bahwa ibu Yamato memasak sesuatu yang berhasil menembak selera makan para siswa.

“Kalau Fuyutsuki-chan?”
“Terserah.” Jawabnya santai, sambil menggerakn matanya yang sedang membaca komik.
Urumi mengerucutkan bibirnya.
“Yahiko…Yahiko mau makan apa?”
“Ikut Urumi saja deh.” Jawabnya.
“Yeee….” Urumi memutar dan memeluk Yahiko karena senang.

Memang, dari keempatnya Yahiko dan Urumi sangat bersahabat. Keduanya memiliki kedekatan yang khusus, tidak mengejutkan karena memang keduanya telah bersama sejak SD. Maka, hampir segala sesuatu yang disukai oleh Urumi pasti Yahiko juga menyukainya. Mereka memiliki banyak kesamaan. Meskipun dulu ketika mereka masih SMP hubungan keduanya sempat retak dan hampir pecah hanya karena menyukai laki-laki yang sama dalam kelas. Seiring berjalannya waktu, mereka sepakat untuk tidak mengulangi kejadian itu lagi bahkan tidak akan sedikitpun mengusik masa yang kelam itu. Bagi mereka, itu adalah dosa yang tak termaafkan. Meskpiun terdengar berlebihan, namun rasa sakit yang ditimbulkan oleh perasaan cemburu sangat sulit untuk disembunyikan.

 Izumi mencoba mencari seseorang yang ia nantikan kehadirannnya. Ia menyapu segala pandangan yang ada didepannya, berharap mendapati seorang yang sedari tadi membuat ia harus waspada dan mencari-cari. Belum ia temukan. Ia menoleh kiri-kanan, menjinjit ditengah keramaian.

“Izumi, ayo duduk!” Yahiko menarik ujung bajunya. “Nanti tempatmu akan di isi orang.”
“Sebentar…” Izumi berkilah.
Ia keluar dari meja makan dan menerobos ditengah kerumunan. Bertanya-tanya. Dimana dia? Bisiknya pelan. Nyaris bersuara. Apa dia menyendiri dalam kelas karena belum mendapatkan teman bermain?

Izumi merasa penasaran dengan anak itu. Ia ingin segera mengajaknya bicara, bertanya darimana asalnya sebenarnya, kenapa pindah disekolah ini dan kenapa memilih kelas III E. Pertanyaan-pertanyaan itu berputar dan seakan membentur kepala Izumi dari dalam. Pertanyaan yang harus segera dikeluarkan dari dalam kurungannya.



Ah, iya… jangan-jangan… Izumi menyadari sesuatu. Ia segara meninggalkan tempat itu, makan siang, juga teman-temannya yang kebingungan melihat Izumi pergi.

@Iman_rk

Izumi #13


Hiruta berjalan perlahan memasuki kelas, menerobos keramaian dan suara sayup-sayup yang kadang memangilnya dari jauh. Juga tersenyum untuk mereka yang menegur dari dekat. Hiruta berjalan dengan  ranselnya yang berisi beberapa buku dan i-Podnya. Ia menikung setelah menaiki tangga. Lalu menuju dalam kelas yang memang sudah ia ketahui sebelumnya. Terdiam, Hiruta tidak menengok sekeliling. Langsung saja ia mengeluarkan Alquran dan i-Podnya kemudian ia bertilawah dan mendendangkan beberapa ayat yang baca dan dengar.

Oh, ternyata ia sedang mengahafal Alquran.

***

“Wah, Urumiiiiii.” Izumi memegang bahu Urumi dan mencubit pipi Urumi yang bulat. “Urumi semakin subur saja ya, hihihi.” Izumi cekikikan.

“Kau juga, tambah tinggi Izumi-san.” Ia tersenyum dan membetulkan posisi kacamatanya. “Hm… Rambutmu sudah tidak diikat lagi, kenapa?” Urumi memegang ujung rambut Izumi yang berwarna agak kuning itu.
“Hmm, kenapa ya…” Izumi mengangkat alis. “Tidak tahu.” Ia tertawa lepas.
“Fuyutsuki dan Nidaa dimana? Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.”
“Aku tak tahu, belum kelihatan dari tadi.”

Dengan suara yang riuh dan ramai, bel panggilan masukpun berbunyi. Semua siswa dengan rapi dan tertib memasuki kelas masing-masing. Mereka berpelukan melepas rindu satu sama lain, ada yang salin memberi hadiah, ada yang berbincang tenang seperti Kozue dan Aibara karena memang mereka sepasang kekasih. Masih terlalu pagi untuk mengeluarkan semua energi dan bercerita panjang lebar tentang semuanya pada mereka, nanti saja ketika makan siang, batin Izumi. Ah, iya, aku lupa bahwa siang nanti aku harus membuktikan sesuatu…

“Ohaiyou gozaimasu!”
“Ohaiyou gouzaimasu!!!” Satu kelas serentak menjawab.

Semua merapikan cara duduk dan semuanya kembali ke tempat duduk masing-masing. Hiruta yang sedang membaca Alquran sambil mendengarkan alunan bacaan Quran melalui i-Pod segera meletakkan semua itu karena Bu Mayumi, sang wali kelas akan menjelaskan sesuatu.

Namun, Bu Mayumi tidak sendiri. Ada seorang anak laki-laki disampingnya, wajahnya putih, rambutnya rapi dengan model Tin-tin. Tingginya sekitar 174 cm, dan memiliki lesung pipit pada pipi kanannya. Ia masih menunduk, belum mengangkat kepala. Saat itu terjadi, terdengar bisikan-bisikan kecil berisi pujian wah, anak itu manis sekali, namanya siapa ya? Dan sebagainya. Hiruta masih terdiam dan menatap anak itu seperti biasanya. Tenang dan wasapada.
“Perkenalkan dirimu.” Imbuh Bu Mayumi.
Semua serentak mencondongkan bahu kedepan dan beberapa tersenyum dengan aneh.
Hajimemashite.watashi no namae wa, Shisui Niita desu. Yoroshiku onegaishimasu – perkenalkan nama saya Niita Shisui. Senang berkenalan dengan kalian.” Ia membungkuk.

Bu Mayumi tersenyum.

“Shisui sekarang adalah teman kelas kalian. Dia akan menjadi siswa disini sekarang, bekerjasamalah.” Jelasnya. “Dan untuk sekedar informasi, bahwa Nidaa Inamoto sudah pindah sekolah. Maka, mudah-mudahan dengan hadirnya Shisui tidak membuat kelas ini merasa kehilangan.” Bu Mayumi menjelaskan.

Shisui tersenyum menghadap wajah Bu Mayumi. Bu mayumi mengangguk tanda tidak mengapa atau sedang memberikan kode bahwa dalam kelas ini kau akan bisa beradaptasi dengan cepat.
“APA?! Nidaa pindah tidak bilang-bilang.” Teriak Urumi tertahan.
“Aku tidak percaya anak itu meninggalkan kita tanpa pemberitahuan sedikitpun.” Bisik Yahiko. Sambil menatap Shisui dari tempat duduknya.
“Aduhhhh…” Urumi memegang kepalanya dan menunduk.
“Baik, kelas akan Ibu tinggal. Sekali lagi kerjasamalah.” Bu Mayumi berjalan anggun keluar dari kelas. Tidak, dia kembali. “Oh ya, Ibu hampir lupa. Minggu depan Festival sekolah akan diadakan, persiapkan semuanya ya. Dan rayakan semua ini dengan suka cita, Kozue…” Ia memanggil ketua kelas. “Koordinir teman-temanmu agar bisa berpartisipasi sepenuhnya untuk festival ini.” Ia keluar dengan cepat.
“Baik bu,…” Kozue melompat berdiri lalu kemudian menunduk. Sesaat kemudian duduk kembali.
Shisui sudah berhasil mengambil tempat duduknya. Paling belakang tepat disamping kiri Hiruta. Saat ia mengambil posisi untuk bersiap duduk, ia menatap Hiruta selama beberapa detik. Namun Hiruta tidak bergeming dan tidak memperhatikannya.

Izumi menoleh ke arahnya lalu kemudian berpindah pandangan dari Shisui ke Hiruta. Karena Izumi berpikir keduanya pasti bisa langsung akrab

@Iman_rk

Thursday, May 15, 2014

Izumi #12



Hiruta tersenyum bangga dan bahagia bertemu dengan kakak laki-laki Izumi yang ternyata adalah seorang Muslim. Wajar bila Izumi banyak mengetahui Islam dibanding yang lain yang ada di kelas. Ternyata sudah diceritakan atau Izumi sendiri yang bertanya pada Izuna. Dan karena mungkin saja penjelasan dari Izuna kurang memuaskan ditambah dengan ketidaktahuan Izumi bahwa kakaknya yang sebenarnya telah menjadi Muslim membuat ia ragu akan jawaban-jawaban yang Izuna berikan.

Dan sekarang Hiruta bisa tersenyum lega, ia tidak berjuang sendiri. Masih ada ‘batu-bata’ lain yang siap melengkapi bangunan Islam di jepang. Dan saat itu, Hiruta berkesimpulan dan membulatkan tekad dengan mantap bahwa Izunalah partner diskusi selanjutnya.

***

Kembali, seperti biasa. Suasana yang tak berbeda. Aroma rumput yang ditanam dan ditata khusus di samping pintu gerbang menguar menusuk indra penciuman. Senyuman dan sapaan “Ohaiyou gozaimasu” ramai dan memang sudah menjadi kewajiban para siswa tatkala menegur satu sama lain. Cat tembok yang keabu-abuan dilengkapi dengan warna coklat pada bagian bawahnya juga tidak berubah, meskipun selama setahun belakangan ini ada beberapa yang lembab karena hujan dan salju. Tamparan dari sang pusat energi menerpa wajah Izumi yang berjalan dengan terburu-buru menuju kelas baru. III E. Rambutnya yang tanpa diikat menari kekiri dan kekanan mengikuti derap kakinya yang diayunkan dengan terburu-buru. Hanya sesekali ia tersenyum untuk membalas mereka yang menyapa dengan kalimat Ohaiyou – selamat pagi. Dia melihat kertas yang ia masukkan dalam saku bajunya yang terletak pada bagian dada sebelah kiri. Aduh, agendaku bisa-bisa telat nih gerutunya pelan. Ia mendongak kiri dan kanan, menyapu semua pemandangan yang berada diatas lantai dua dan tiga berharap ada yang ia kenal.

“Izumi-saaaaaann!!!” Teriak 2 orang siswi. Dari lantai atas, melihat Izumi yang kebingungan mencari kelas barunya.

Izumi terdiam dan menyipitkan matanya untuk mempertajam sekaligus memfokuskan tatapan matanya pada arah suara yang tak asing itu.

Mereka melambaikan tangan bersamaan. Ah, itu Urumi dan Fuyutsuki batinnya. Ia segara berlari mencari tangga terdekat untuk mencapai kelas barunya itu. Tas pinggangya ia pegang dengan tangan agar tak berguncang dan membuatnya kerepotan.

@Iman_rk

Izumi #11



Saat itu adalah hari  paling menyeramkan bagi Hiruta – orang dewasa menangis. Hiruta mengalihkan pandangan. Ia merasa tak perlu melihat pemandangan itu, melihat Izuna menangis hanya akan membuat Izuna merasa malu dan sungkan. Hiruta menatap kedepan, melihat aliran sungai dan mendengarkan gemericik air yang menabrak batu-batu tanpa henti. Hiruta kembali menoleh melihat Izuna. Izuna masih terguncang, tangis dan isak harunya masih terlihat. Ia menggunakan syalnya untuk menutup wajahnya. Bahunya berguncang keras saat ia mengisak. Ia berjongkok dan membenamkan wajahnya yang putih itu kedalam syal merah marunnya.

MasyaAllah…MasyaAllah… Ya Allah, ingin rasanya aku bisa menangis bahagia seperti yang kak Izuna rasakan ketika telah mereguk hidayahMu… Batin Hiruta sambil menatap penuh haru Izuna yang masih menangis.

Hidayah Allah memang tidak didapatkan dengan mudah, hanya hambaNya yang terpilih yang mampu meraihnya dan menikmatinya. Untuk warga Jepang, tentu ini menjadi sangat luar biasa dan pastinya menjadi pengalaman spiritual yang mengguncang jiwa. Mikawa Izuna merasakan itu.
Betul-betul merasakan itu.

“Uh..Uuuhh…” Setelah merasa puas dan lelah Izuna mulai mengangkat kepala. Matanya sembab seketika. “Maafkan aku Hiruta-kun.” Ia menyeka airmatanya dengan pergelangan tangannya. Hampa.

Sesekali para penduduk yang berjalan hilir-mudik yang telah memulai aktivitas juga menyaksikan laki-laki yang menangis ini. Mereka mengernyitkan dahi bertanya-tanya dan mengkeriputkan alis. Namun tidak terlalu menaruh peduli.

“Alhamdulillah kak.” Kata Hiruta lagi. Dengan pembawaan khasnya yang cool.
Izuna terdiam. Menatap Hiruta dalam-dalam. 

Hiruta menoleh ke arah wajah Izuna, menyaksikan bola mata Izuna yang kini telah memerah, “Kakak sungguh beruntung, bisa menangis tersedu-sedu seperti itu. Semuanya karena Allah…”

Izuna terdiam dan menyunggingkan senyum hingga kelihatan giginya yang rapi. Kembali menyeka airmatanya dengan syal.

“Apa kakak akan mengatakan bahwa itu adalah keringat ketika Izumi bertanya kenapa syal itu basah?” Hiruta berguyon karena melihat syal itu naik turun hanya untuk digunakan menyeka dan menghapus airmata.

“Hehehe,” suara tawa parau keluar dari mulut Izuna, “tidak perlu. Karena Izumi akan tahu setelah melihat mataku.”

“Oh ya, sekarang nama Islam kakak siapa? Tentunya kalau aku boleh tau.”
“Tentu, bahkan, kau harus tahu. Namaku adalah Harun Rasyidin.” Izuna tersenyum lagi.
“Subhanallah, itu nama salah satu khalifah Islam yang terkenal, ya kan?”
“Yup, aku mendengar kisahnya dan tertarik dengan namanya.” Izuna tersenyum bangga.  “Kalau kamu Hiruta-kun? Aku tahu, pengikut Islam yang taat sepertimu pasti punya nama Islam, dan bukan nama dalam huruf Hiragana atau Katakana.”
“Muhammad Al-Fatih. Panggil aku Fatih, kak.” Hiruta tersenyum.

Betapa terkejutnya Izuna mendengar nama ini. Nama seorang penakluk Konstatinopel yang telah Rasul sabdakan dalam hadistnya yang begitu fenomenal. Hadist yang telah membuat kaum Kristen barat kehilangan rasa kantuknya dan membuat mereka berjaga untuk beratus tahun lamanya hanya untuk menanti datangnya seorang lelaki yang bernama Al-Fatih itu. Dan sekarang, ada remaja muslim jepang yang menggunakannya. Izuna berdecak kagum.

Keduanya saling menatap. Berbicara dan bercerita lebih jauh lagi. Sambil menikmati keindahan dan kedamaian yang telah mereka raih tatkala pertama kali mengucapkan syahadat. Kalimat yang tak semua orang mampu melafalkannya. Bukan karena lidah mereka kelu namun karena hidayah Allah semata. Ya, hidayah Allah semata. 

“Baiklah, hubungi saja aku bila kau memerlukan bantuan Hiruta-kun.”
“Tentu, kak.”
“Juga, sampaikan salamku pada Ayah dan Ibu yah. Juga pada Inari.”
“Eh?” Hiruta tersentak.
“Hehehe, Izumi yang memberitahu. Tenang, aku takkan mengganggunya… setidaknya, belum saat ini.”
“Baiklah,” Izuna berjalan menjauh. “Assalamualaykum.” Ia melambaikan tangan.
“Waalaykumussalam.” Hiruta membalas salam itu sembari memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaketnya.

@Iman_rk find me on twitter, :D

Monday, May 12, 2014

Cukup satu dalam satu waktu.


Suatu waktu dan kesempatan kita berpikir bahwa akan sangat menyenangkan bila dapat menguasai segala hal, karena dengan begitu, segala akses kehidupan akan dengan mudah kita dapatkan. Kadang juga sering kita berpikir bahwa yang orang lain bisa lakukan, ingin sekali – juga – kita lakukan, karena kenyamanan hidup yang telah ia dapatkan.

Namun pernahkah kita berpikir bahwa oranglain bahkan Superman sekalipun tidak bisa melakukan segala hal sekaligus? Sadarkah kita bahwa orang yang kita kenal dan kagumi itu hanya menguasai satu kemampuan saja dalam satu waktu ?

Dalam terminologi kehidupan, itulah namanya fokus. Yaitu dimana dalam satu keadaan kita hanya mengerahkan segala sesuatu untuk meraih yang ingin kita kuasai.

                Namun tulisan kali ini kita nggak ngebahas itu, karena sudah ada dalam tulisan saya sebelumnya. Sila merujuk kesitu.

Sekarang kita akan membahas, bahwa "Sempurna" tidak selalu harus dicapai. Terlepas dari setuju atau tidak, ya :)

Salah satu actor kung fu terkenal, Jet Li, pernah berkata, “Aku tidak takut dengan seseorang yang menguasai 10.000 jurus dalam hidupnya. Namun, aku lebih takut pada seseorang yang menguasai satu jurus namun ia ulang hingga 10.000 kali.”

Nah, kalimat diatas menunjukkan kedahsyatan kekuatan fokus. Bahwa, tidak menguasai segala hal pun kita bisa ditakuti sama Jet Li. :D Namun, syarat dan ketentuan berlaku. Hihihi

Terlalu maniak dengan kesempurnaan juga ga baik bagi pikiran. Hanya ingin menguasai segala hal, kita melakukan segala hal untuk mencapai itu. Dan percaya atau tidak, kesempurnaan yang ingin kita dapat justru menjadi hancur berantakan, kacau balau dan akhirnya ga sempurna.

Justru kesempurnaan itu adalah ketika kita melakukan satu hal yang orang lain tak bisa lakukan. :)

@Iman_rk :D

 

© 2013 Be a Ghazi. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top